Warner Bros Company |dailymail.co.uk
Menurut ABA Journal, pada tahun 1948, diperkirakan 70 persen keuntungan studio besar Hollywood berasal dari bioskop yang mereka miliki. Intinya, studio memegang monopoli atas film. Dilansir dari History, pada Juli 1938, pemerintah mengajukan gugatan karena adanya pelanggaran Undang-Undang Antitrust Sherman. Studio besar Hollywood, Paramount, yang menjadi tergugat utama, beserta ketujuh studio besar lainnya, diantaranya MGM, Columbia, Universal, RKO, Paramount, 20th Century-Fox, dan Warner Bros.
Menurut American Law and Economics Review, litigasi antimonopoli Paramount menjadi delapan tindakan pelanggaran hukum yang berlangsung lebih dari satu dekade. Departemen Kehakiman memintanya untuk menghapuskan sistem studio dan memaksa studio besar untuk melakukan trade off teater mereka.
Sementara pelanggaran dari studio besar lain adalah, adanya pengendalian besar mereka atas distribusi dan pameran film. Tujuh studio memiliki hampir setiap teater di Amerika Serikat, mereka melakukan praktik pemaksaan dengan mengharuskan semua pemilik teater independen untuk membeli beberapa film dari sebuah studio sekaligus.
Pada musim semi tahun 1948, di tengara Amerika Serikat melawan Paramount Pictures, dkk, Mahkamah Agung memutuskan 7-1 untuk mendukung pemerintah. Studio-studio tersebut terpaksa menjual bioskop mereka dan mengakhiri praktik pemaksaan dengan menjual setiap film secara individual, bukan sebagai bagian dari satu blok.