Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
para pendiri Hayago Robotika Indonesia
para pendiri Hayago Robotika Indonesia (hayago.id)

Di tengah hiruk pikuk dunia digital, generasi muda cenderung berperan sebagai konsumen teknologi. Namun, di berbagai sudut Indonesia, sekelompok anak muda justru membuktikan sebaliknya. Mereka bukan lagi konsumen, melainkan inovator.

Dengan semangat inovasi yang membara, mereka merancang solusi-solusi canggih untuk menjawab dua tantangan terbesar zaman ini, yakni krisis lingkungan dan ketidaksetaraan sosial. Karya-karya mereka adalah bisnis rintisan (startup) yang berdampak nyata, selaras dengan cita-cita bangsa untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, dan teknologi. Inilah lima kisah inspiratif di mana anak muda Indonesia menggunakan kejeniusan mereka untuk merajut harmoni antara manusia dan alam.

1. Hayago Robotika Indonesia (AISOLA)

Aisola karya PT Hayago Robotika Indonesia menyabet penghargaan Talenta Wirausaha BSI (TWB) 2024-2025. (Instagram.com/ lamonganisme_)

Siapa bilang inovasi teknologi canggih hanya milik kota-kota besar? Dari Lamongan, Jawa Timur, lahir AISOLA, sebuah panel surya pintar berbasis kecerdasan buatan (AI) yang siap merevolusi energi terbarukan di Indonesia. Dikembangkan oleh PT Hayago Robotika Indonesia yang digawangi oleh Muhammad Hariz Izzuddin, AISOLA bukanlah panel surya biasa. Perangkat ini dilengkapi solar tracker otomatis yang mampu mengikuti pergerakan matahari, meningkatkan efisiensi penyerapan energi hingga 30 persen.  

Namun, yang membuat AISOLA istimewa bukan hanya teknologinya, melainkan filosofi di baliknya: "keadilan energi". Desainnya sengaja dibuat plug-and-play—sederhana dan mudah dipasang—sehingga bisa diakses oleh siapa saja, termasuk masyarakat di daerah terpencil. Tidak hanya berorientasi pada bisnis, proyek ini juga menjadi bagian dari program CSR dan ditujukan untuk membantu pesantren serta desa terpencil yang belum terjangkau listrik. Dengan sistem pemantauan berbasis AI yang bisa diakses lewat ponsel, pengguna dapat mendeteksi kerusakan dan mengestimasi penghematan biaya secara real-time. Ini adalah bukti nyata bahwa teknologi canggih dapat didesentralisasi dan dirancang untuk menjembatani kesenjangan energi dan lingkungan.

2. Containder

Aplikasi canggih tata kelola sampah bernama Containder karya anak-anak muda Papua. (containder.com)

Bergeser ke ujung timur Indonesia, tiga anak muda asli Papua—Indra Makalew, Zefanya, dan Rachel Mambrasar—menciptakan aplikasi tata kelola sampah bernama Containder. Lahir dari keresahan melihat masalah sampah di lingkungan mereka, Containder menjadi platform yang menghubungkan seluruh rantai pengelolaan sampah, dari hulu hingga hilir. Inisiatif ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk lewat program inkubasi seperti Papua Youth Creative Hub yang didirikan pemerintah untuk mendorong lahirnya startup lokal.  

Containder lebih dari sekadar aplikasi logistik. Salah satu fiturnya yang paling kuat adalah fitur pengaduan, yang memungkinkan masyarakat melaporkan tumpukan sampah liar langsung melalui aplikasi. Fitur ini mengubah warga dari penonton pasif menjadi partisipan aktif dalam menjaga kebersihan lingkungan. Keberhasilan implementasinya di Teluk Bintuni dan rencana ekspansi ke empat kota lain membuktikan dampaknya yang nyata. Bagi Papua, Containder adalah simbol kebangkitan dan kebanggaan regional, yang menunjukkan bahwa anak muda Papua adalah agen perubahan yang siap memimpin lewat teknologi.

3. Agroobot

beberapa pendiri startup Agroboot (instagram.com/ agroobot)

Salah satu tantangan besar Indonesia adalah regenerasi petani. Pertanian sering dianggap kuno dan tidak menarik bagi generasi muda. Namun, startup seperti Agroobot yang didirikan oleh Wijayandaru Wisnutomo, mampu membalikkan pandangan tersebut.

Dengan memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT), Agroobot mengubah budidaya melon menjadi lebih presisi, efisien, dan ramah lingkungan. Sistem Agroobot menggunakan sensor untuk memantau kelembapan tanah, suhu, dan cuaca, yang terhubung ke sistem irigasi otomatis. Hasilnya, penggunaan air, pupuk, dan pestisida bisa ditekan seminimal mungkin. Tak hanya itu, penggunaan drone dan citra satelit untuk pemantauan lahan membuat pertanian terasa seperti permainan strategi yang canggih.

Pendekatan teknologi ini terbukti berhasil menarik minat anak muda untuk kembali ke ladang. Inovasi serupa juga dilakukan mahasiswa ITS yang menggunakan IoT untuk budidaya maggot pengurai sampah organik. Mereka tidak hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga menjembatani kesenjangan generasi untuk memastikan ketahanan pangan nasional, dan menjaga keseimbangan alam untuk masa depan.

4. Mycotech Lab (MYCL)

Dua pendiri MYCL bersama produk mereka bernama MycoBlox yang sudah dikenal mancanegara. (instagram.com/ mycl.bio)

Mengubah akar jamur menjadi material pengganti kulit dan papan kayu merupakan inovasi utama dari Mycotech Lab (MYCL). Startup deep-tech asal Bandung ini secara langsung menjawab masalah limbah dari industri fesyen dan konstruksi yang boros sumber daya. Kunci teknologinya ada pada miselium, yaitu jejaring akar jamur yang berfungsi sebagai perekat alami yang kuat.

MYCL menumbuhkan miselium ini pada limbah pertanian, mengubah sampah menjadi lembaran material bernama Mylea yang kuat, fleksibel, dan dapat terurai secara alami. Dampaknya bukan sekadar produk inovatif, tetapi sebuah gebrakan menuju ekonomi sirkular di mana tidak ada lagi kata limbah. Sebagai pionir biomaterial yang diakui dunia, MYCL adalah bukti bahwa karya anak bangsa mampu menciptakan solusi radikal untuk krisis lingkungan global.

5. Jejak.in

para pendiri Jejakin (jejakin.com)

Jejak karbon adalah salah satu musuh tak kasat mata dalam krisis iklim, sulit diukur dan dipahami oleh banyak pihak. Menjawab tantangan ini, startup climate-tech Jejak.in hadir untuk membuat aksi iklim menjadi lebih terukur dan transparan bagi perusahaan maupun individu. Melalui platform Software as a Service (SaaS), Jejak.in menyediakan Kalkulator Karbon untuk menghitung emisi dari berbagai aktivitas secara akurat. Pengguna kemudian dapat menyeimbangkan jejak karbon mereka dengan berpartisipasi dalam proyek konservasi alam yang terverifikasi, seperti penanaman pohon yang progresnya dapat dimonitor secara digital. Dengan begitu, Jejak.in mengubah paradigma dari sekadar peduli lingkungan menjadi aksi iklim yang terdata dan akuntabel. Startup karya Arfan Arlanda ini membuktikan bahwa anak bangsa tidak hanya ikut dalam percakapan global tentang iklim, tetapi juga mampu menciptakan perangkat teknologinya sendiri.

Dari Barat hingga Timur Indonesia, karya-karya anak bangsa ini secara tegas mematahkan anggapan bahwa Indonesia hanya mampu menjadi konsumen teknologi. Di seluruh penjuru negeri, ribuan anak muda lain sedang bergerak dalam senyap, merancang solusi, dan membangun harapan. Mereka adalah generasi yang menolak untuk pasrah pada pesimisme krisis iklim dan ketidakadilan sosial. Pertanyaannya kini bukan lagi "apakah kita bisa?", melainkan "apakah kita semua siap mendukung dan menjadi bagian dari gelombang perubahan ini?"

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team