Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
alasan untuk stop menjodoh-jodohkan orang lain
ilustrasi menjodoh-jodohkan orang lain (pexels.com/fauxels)

Intinya sih...

  • Membuka privasi orang lain tanpa izin

  • Mengabaikan hak orang untuk memilih sendiri

  • Membentuk standar keliru soal bahagia

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di  kantor, kampus, atau tongkrongan, kebiasaan menjodoh-jodohkan orang lain sering dianggap hal lumrah. Begitu tahu dua orang sama-sama lajang, mulai muncul komentar semacam “Eh, kalian cocok, deh,” atau “Coba PDKT dulu, siapa tahu jodoh.” Awalnya memang terdengar lucu, bahkan bisa jadi bahan obrolan. Tapi lama-lama, hal itu bisa terasa mengganggu bagi orang yang terus jadi sasaran canda. Tidak semua orang nyaman hidupnya dikomentari soal siapa yang harus disukai.

Kamu mungkin berpikir itu cuma bentuk perhatian atau niat baik. Namun, bagi orang yang dijodohkan, candaan semacam itu terasa kurang nyaman. Hubungan pribadi seseorang bukan hal yang seharusnya jadi bahan gurauan. Untuk memahami kenapa sebaiknya stop menjodoh-jodohkan orang lain, berikut beberapa alasan yang perlu kamu pahami.

1. Membuka privasi orang lain tanpa izin

ilustrasi rekan kerja (freepik.com/fauxels)

Begitu seseorang dijodohkan di depan umum, hal yang sebenarnya bersifat pribadi jadi bahan konsumsi publik. Mereka yang dijodohkan mungkin tidak menunjukkan reaksi apa pun, tapi bukan berarti mereka nyaman, lho diperlakukan semacam itu. Ada rasa canggung, apalagi kalau orang yang disebut bahkan tidak punya ketertarikan ke arah sana. Menyentuh ranah pribadi tanpa izin sering kali menimbulkan ketidaknyamanan yang tidak selalu ditunjukkan secara frontal.

Selain itu, situasi seperti ini bisa cepat menyebar jadi gosip yang kurang mengenakkan. Orang lain mulai menebak-nebak apakah mereka benar-benar dekat atau tidak. Akhirnya, yang dijodohkan jadi bahan pembicaraan. Padahal, tidak semua hal perlu diulas beramai-ramai. Menghormati batas privasi orang lain itu jauh lebih penting daripada ikut campur urusan yang bukan kapasitas kita.

2. Mengabaikan hak orang untuk memilih sendiri

ilustrasi orang single (pexels.com/Antoni Shkraba)

Setiap orang punya alasan dan waktu sendiri untuk menjalin hubungan. Saat orang lain terus-menerus dijodohkan, seolah mereka tidak punya kendali atas pilihan pribadinya. Komentar seperti, “kan cocok banget kamu sama dia, tuh” atau “coba aja dulu kenalan” mungkin terdengar biasa, tapi bisa membuat orang merasa ditekan.

Banyak yang sebenarnya sedang fokus pada hal lain, seperti pekerjaan, keluarga, atau bahkan berusaha untuk sembuh dari pengalaman buruk di hubungan sebelumnya. Ketika mereka dipaksa untuk mencoba bisa jadi malah terasa seperti paksaan yang sangat menyinggung. Menghargai pilihan orang berarti juga menghormati keputusannya untuk tidak mengikuti ekspektasi di masyarakat.

3. Membentuk standar keliru soal bahagia

ilustrasi bahagia (pexels.com/Stephan Seeber)

Kebiasaan menjodohkan orang lain sering berangkat dari anggapan bahwa semua orang harus punya pasangan. Seolah-olah seseorang baru dianggap utuh kalau sudah berdua. Cara pandang ini secara tidak sadar menciptakan pressure yang membuat banyak orang merasa ada yang salah dengan dirinya hanya karena masih sendiri.

Padahal, kebahagiaan tidak melulu soal hubungan asmara, kan? Ada orang yang justru lebih tenang saat fokus pada diri sendiri atau kariernya. Kalau terus menilai orang dari status hubungannya, kita hanya mempersempit makna bahagia itu sendiri. Tidak semua orang harus menempuh jalan yang sama untuk merasa cukup apalagi utuh dengan hidupnya.

4. Bisa merusak hubungan yang sudah terbangun dengan baik

ilustrasi canggung (pexels.com/Klaus Nielsen)

Di tempat kerja atau lingkungan pertemanan, menjodohkan orang lain bisa menimbulkan suasana canggung. Misalnya, dua orang yang dijodohkan jadi sungkan berinteraksi karena takut dikira benar-benar ada apa-apa. Hubungan yang tadinya profesional berubah jadi serba salah karena terlalu sering mendapat cie-cie dari orang lain. Hal seperti ini bisa mengganggu kenyamanan bersama tanpa disadari.

Selain itu, orang yang dijodohkan bisa merasa kehilangan kendali atas cara mereka dilihat orang lain. Mereka tidak lagi dikenal karena kepribadian atau kemampuan, tapi karena gosip soal jodoh-jodohan. Bila diteruskan, bukan tidak mungkin ke depannya hal ini bisa merusak hubungan yang telah dibangun dan menciptakan jarak yang sebenarnya tidak perlu.

5. Tidak semua orang butuh dijodohkan untuk merasa utuh dan bahagia

ilustrasi ngobrol dengan rekan kerja (pexels.com/Gustavo Fring)

Niat membantu sering jadi alasan seseorang menjodohkan teman atau rekan kerjanya. Tapi niat baik tetap harus disertai empati. Tidak semua orang sedang mencari pasangan, dan tidak semua orang butuh bantuan untuk menemukannya sesegera mungkin. Ada yang sedang menikmati kesendirian, ada juga yang memang sedang tidak tertarik untuk menjalin hubungan.

Semua pilihan hidup seseorang itu sah dan tidak perlu dikomentari. Berhenti menjodoh-jodohkan orang lain bukan berarti menutup kemungkinan cinta datang dari mana saja, tapi lebih ke memberi ruang bagi individu tersebut untuk mengatur hidupnya sendiri. Kadang perhatian tidak harus diwujudkan dengan mencarikan jodoh, tapi dengan membiarkan mereka merasa cukup dengan diri sendiri.

Menjodohkan orang lain mungkin terasa seperti candaan yang seru, tapi tidak semua orang menganggapnya begitu. Alih-alih membantu, hal itu bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman yang rasanya sungkan untuk diungkapkan secara frontal. Oleh sebab itu, stop menjodoh-jodohkan orang lain karena setiap orang punya timeline dan cara masing-masing untuk menjalani hidupnya. Jadi, sebelum mulai menjodoh-jodohkan orang lain, apa tidak lebih baik jika kita belajar menghargai pilihan hidup orang lain?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team