Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi wanita muslim
ilustrasi wanita muslim (pexels.com/Thirdman)

Intinya sih...

  • Menjadikan niat sebagai penghubung dunia dan akhirat

  • Mengatur waktu tanpa mengorbankan hak satu sama lain

  • Menjalani dunia dengan sederhana tanpa menjauhi tanggung jawab

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak orang merasa harus memilih antara fokus pada urusan dunia atau mengejar akhirat. Kesibukan kerja, tanggung jawab keluarga, dan tuntutan sosial sering membuat ibadah terasa tersisih. Di sisi lain, ada juga yang begitu fokus pada ibadah sampai lupa pada peran sosial dan tanggung jawab hidup. Padahal, Islam gak pernah mengajarkan pemisahan ekstrem antara keduanya. Rasulullah SAW justru menjadi contoh nyata bagaimana dunia dan akhirat bisa berjalan seiring.

Rasulullah SAW adalah seorang pemimpin, kepala keluarga, sahabat, sekaligus hamba Allah yang paling taat. Aktivitas beliau sangat padat, tapi keseimbangan hidupnya tetap terjaga. Gak ada sisi kehidupan yang diabaikan. Semua dijalani dengan porsi yang tepat dan niat yang lurus. Dari kehidupan Rasulullah, kita bisa belajar bahwa keseimbangan hidup bukan soal membagi waktu sama rata, tapi menempatkan segalanya secara proporsional.

1. Menjadikan niat sebagai penghubung dunia dan akhirat

ilustrasi seseorang berangkat kerja (pexels.com/Barbara Olsen)

Rasulullah SAW selalu menekankan pentingnya niat dalam setiap perbuatan. Aktivitas duniawi seperti bekerja, berdagang, atau mengurus keluarga gak dipisahkan dari nilai ibadah. Niat menjadi jembatan yang menghubungkan dunia dan akhirat. Sesuatu yang terlihat biasa bisa bernilai besar jika diniatkan karena Allah. Cara pandang ini membuat hidup terasa lebih utuh dan bermakna.

Dalam kehidupan modern, banyak orang bekerja hanya demi target dan pengakuan. Rasulullah mengajarkan bahwa niat yang benar menjaga hati tetap tenang. Pekerjaan gak lagi terasa kosong karena memiliki tujuan spiritual. Keseimbangan hidup tercipta ketika dunia gak menjauhkan seseorang dari Allah. Semua aktivitas berjalan searah, bukan saling bertabrakan.

2. Mengatur waktu tanpa mengorbankan hak satu sama lain

ilustrasi pengatur waktu (pexels.com/Anna Tarazevich)

Rasulullah SAW sangat menghargai waktu dan tahu kapan harus fokus pada setiap peran. Beliau memberi hak untuk ibadah, keluarga, dan masyarakat secara seimbang. Gak ada satu peran yang diabaikan demi peran lain. Pola ini menunjukkan kedisiplinan dan kesadaran diri yang tinggi. Keseimbangan lahir dari pengelolaan waktu yang bijak.

Banyak orang merasa kewalahan karena semua hal ingin diselesaikan sekaligus. Rasulullah mengajarkan pentingnya mengetahui prioritas. Setiap hal memiliki waktunya sendiri. Ketika waktu diatur dengan jelas, hidup terasa lebih tertata. Dunia dan akhirat pun berjalan berdampingan tanpa saling mengganggu.

3. Menjalani dunia dengan sederhana tanpa menjauhi tanggung jawab

ilustrasi makan bersama keluarga (pexels.com/Askar Abayev)

Rasulullah SAW hidup sederhana meski memiliki kesempatan untuk hidup mewah. Kesederhanaan gak membuat beliau menarik diri dari dunia. Justru, beliau tetap aktif dalam urusan sosial, ekonomi, dan kepemimpinan. Dunia dijalani secukupnya tanpa berlebihan. Sikap ini menjaga hati agar gak terikat secara berlebihan pada materi.

Di era modern, gaya hidup sering kali menjadi sumber tekanan. Rasulullah mengajarkan bahwa kesederhanaan membawa ketenangan. Hidup gak diukur dari seberapa banyak yang dimiliki, tapi seberapa cukup yang dirasakan. Dunia gak ditinggalkan, tapi juga gak dijadikan tujuan utama. Dari sinilah keseimbangan batin terbentuk.

4. Menjaga kualitas ibadah tanpa mengabaikan kehidupan sosial

ilustrasi seseorang salat (pexels.com/Thirdman)

Rasulullah SAW sangat menjaga kualitas ibadahnya, tapi tetap hadir di tengah masyarakat. Beliau berinteraksi, membantu, dan mendengarkan orang lain. Ibadah gak membuat beliau menjauh dari kehidupan sosial. Justru, ibadah memperkuat empati dan kepedulian. Keseimbangan ini menjadikan beliau sosok yang dicintai.

Dalam kehidupan sehari-hari, ada anggapan bahwa semakin sibuk beribadah, semakin jauh dari urusan dunia. Rasulullah menunjukkan bahwa keduanya bisa berjalan bersama. Ibadah yang baik tercermin dalam akhlak sosial. Kehidupan dunia menjadi ladang amal, bukan gangguan ibadah. Dari sini, keseimbangan terasa nyata dan hidup terasa utuh.

5. Menjaga kesehatan fisik sebagai bagian dari amanah

ilustrasi penulis menjaga kesehatan (pexels.com/Alexy Almond)

Rasulullah SAW memperhatikan kesehatan tubuh dan kebugaran fisik. Beliau makan secukupnya, beristirahat, dan menjaga kebersihan. Tubuh dipandang sebagai amanah yang harus dijaga. Kesehatan fisik mendukung kekuatan spiritual dan mental. Tanpa tubuh yang sehat, keseimbangan hidup sulit terwujud.

Di zaman sekarang, banyak orang mengorbankan kesehatan demi pekerjaan atau ambisi. Rasulullah mengajarkan bahwa menjaga tubuh adalah bagian dari ibadah. Keseimbangan hidup gak hanya soal rohani, tapi juga jasmani. Tubuh yang terjaga membantu ibadah lebih maksimal. Dunia dan akhirat pun saling menguatkan.

Keseimbangan hidup dunia dan akhirat bukan konsep abstrak dalam ajaran Islam. Rasulullah SAW telah mempraktikkannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dari niat, pengelolaan waktu, kesederhanaan, hingga kepedulian sosial, semuanya saling terhubung. Gak ada pertentangan antara dunia dan akhirat ketika keduanya ditempatkan dengan benar. Inilah kunci hidup yang tenang dan bermakna.

Di tengah kehidupan modern yang penuh tuntutan, strategi Rasulullah terasa semakin relevan. Keseimbangan hidup gak menuntut kesempurnaan, tapi kesadaran. Dunia dijalani dengan tanggung jawab, akhirat dikejar dengan keikhlasan. Ketika keduanya sejalan, hidup terasa lebih ringan. Teladan Rasulullah menjadi pengingat bahwa keseimbangan sejati selalu mungkin untuk diusahakan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team