Warga sekitar mencari air bersih (dok. Dompet Dhuafa)
Sebelum keberadaan sumur wakaf, menurut Bakri, tiap anak di kedua dusun tersebut harus mengambil air di tengah hutan dengan membawa 4 dirigen sekaligus. “Kira-kira seberat 20 kg jika semua dirigen terisi air penuh,” paparnya haru.
Menghadirkan sumber air bersih di Buano, Maluku bukanlah hal mudah. Sebelumnya terdapat beberapa upaya untuk menemukan titik air sumber air namun belum membuahkan hasil maksimal. Bakri menyatakan, setidaknya terdapat dua upaya yang pernah dilakukan untuk mendapatkan sumber air bersih layak konsumsi.
Upaya pertama yaitu dengan memanfaatkan gravitasi bumi dengan pipanisasi dari sumber air di bukit yang berjarak sejauh 7 km, namun berujung gagal.
Sedangkan upaya kedua terjadi kekeliruan assessment lokasi pengeboran sumur oleh suatu lembaga, yang akhirnya hanya mengalirkan air selama tiga minggu. “Itupun airnya kotor, keruh, jadi tak layak dikonsumsi. Akhirnya terbengkalai,” ujar Bakrie.
Raja Buano Selatan, Frangky Nusaaly mengucapkan rasa terima kasih atas kehadiran sumur wakaf di Buano Selatan. Perbedaan yang ada justru menguatkan penduduk Buano untuk saling membantu.
“Bersatu kita utuh, bercerai kita runtuh. Keberadaan sumur wakaf ini perlu kita jaga bersama agar manfaatnya dapat dirasakan seluruh warga,” katanya.Hal senada juga diungkapkan Raja Buano Utara Ahmad Nurlette, dia mengucapkan rasa syukur atas hadirnya sumur wakaf di Buano Utara. “Alhamdulillah kita mencontoh teladan sahabat nabi berupa sumur wakaf di desa kita tercinta,” ucapnya.
Kedua Raja tersebut juga mengucapkan terima kasih kepada Dompet Dhuafa yang telah menyalurkan program sumur wakaf di Buano.
Mereka juga sepakat untuk menjaga bersama sumber air bersih tersebut dan memanfaatkan seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat Buano, sehingga seluruh penduduk Buano tidak lagi mengonsumsi air payau lagi.