Tekad Dongeng Damai Mewujudkan Persaudaraan Tanpa Sekat di Maluku

Dengan keberagaman agama serta suku di Indonesia, kedamaian tentu menjadi sebuah tujuan yang harus dicapai. Namun, konflik Ambon 1999 telah menyisikan sekat yang besar di antara dua agama di tanah Maluku. Hal ini yang kemudian berhasil menggugah Eklin Amtor de Fretes untuk mengikat kembali tali persaudaraan di tengah-tengah perbedaan.
Meskipun di awal langkahnya Eklin menemui banyak kerikil besar, namun hal tersebut tidak menyurutkan niat dalam mewujudkan mimpinya untuk melihat anak-anak saling berpelukan lewat dongeng-dongengnya. Dengan berdongeng, dia percaya bisa menebarkan nilai hingga pesan perdamaian sejak dini kepada anak-anak di tanah Maluku.
Karena dedikasinya itu, Eklin Amtor de Fretes bahkan telah dianugerahi penghargaan SATU Indonesia Awards pada 2020 untuk bidang pendidikan. Bagaimana perjuangan Eklin Amtor de Fretes merengkuh perbedaaan untuk mewujudkan persaudaraan? Simak tekadnya demi kelangsungan masa depan anak-anak di Maluku ini, yuk!
1. Berawal dari Youth Interfaith Peace Camp
Ide terkait pemberian pendidikan perdamaian kepada anak-anak di tanah Maluku tidak muncul begitu saja, lho. Pada 2016, Eklin Amtor de Fretes bahkan pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Asosiasi Living Values Education.
Usai berhasil mendapatkan akreditasi sebagai trainer nasional untuk Asosiasi Living Values Education, dia pun memutuskan pulang ke Ambon untuk menerapkan ilmunya. Namun, teknik pendekatan pendidikan yang dipilih saat itu dinilai tidak cocok untuk masyarakat di sana.
Apalagi trauma Konflik Ambon 1999 masih membayangi masyarakat di sana, sehingga Eklin akhirnya memilih lebih focus memperetat kembali tali persaudaraan serta merengkuh perbedaan dengan menginisiasi kegiatan Youth Interfaith Peace Camp (YIPC) pada 2017.
Lewat kegiatan Youth Interfaith Peace Camp (YIPC), dia merangkul pemuda lintas agama di Maluku meskipun tanpa dukungan dana dari pihak hingga lembaga mana pun. Namun, untuk menjalankan kegiatan tersebut, dia pun menyadari bahwa dia tidak bisa sendiri.
"Saya terpikir bahwa untuk melakukan kegiatan tersebut saya tidak bisa sendiri, saya butuh teman-teman, maka saya membuat komunitas yang namanya JMP (Jalan Merawat Perdamaian). Teman-teman muda yang saya rekrut di dalam komunitas itu kemudian bergerak untuk hal-hal tersebut," tutur Eklin dalam wawancara pada Sabtu (16/9/2023).