Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi wanita sedang bercakap-cakap (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi wanita sedang bercakap-cakap (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Sedih rasanya melihat orang yang kita cintai kesulitan saat ditimpa masalah. Ini yang membuat kita merasa berhak untuk “menyelesaikan” masalah itu. Entah dengan cara apa pun, bahkan terkadang tanpa memikirkan pendapat atau perasaan orang yang bersangkutan, kamu berinisiatif untuk membantunya—kadang terlalu berinisiatif.

Walau niatmu baik, tapi dalam beberapa situasi lebih baik untuk berhenti mencoba untuk memperbaiki. Karena bukan solusi, terkadang yang dibutuhkan mereka adalah pemahaman dan pengertian. Terkadang, kedekatan dan empati jauh lebih penting dibanding penyelesaian. Lima langkah ini akan membantumu untuk berhenti menjadi “pemecah masalah”.

1.Fokuslah pada apa yang mereka rasakan, bukan apa yang kamu rasakan

ilustrasi wanita sedang bercakap-cakap (pexels.com/Sam Lion)

Terkadang, kita terlalu fokus pada apa yang kita rasakan secara personal, sampai tergesa-gesa mengambil keputusan. Tidak semua hal bisa kita nilai dengan kacamata sendiri. Apalagi, kalau itu berhubungan dengan hidup orang lain.

Ketika seseorang menceritakan masalahnya, belajarlah untuk fokus pada perasaannya. Jangan hanya pada emosi pribadi. Apa yang menurut kita baik belum tentu baik untuk mereka. Mengambil keputusan tergesa justru membuat orang itu merasa tidak dihargai.

2.Belajar untuk memvalidasi perasaannya

ilustrasi pria sedang bercakap-cakap (pexels.com/Laura Tancredi)

Banyak orang terlalu enggan melakukan ini, entah karena malu, sungkan, atau gengsi. Alhasil saat orang terdekat curhat, kita malah membalas dengan candaan atau justru teguran.

Ini yang harus kamu ubah. Alih-alih fokus pada penyelesaian atau solusi, cobalah untuk mengerti, menerima, dan memvalidasi perasaannya. Jangan meremehkan dengan berkata, “Halah, itu hal biasa, kok”, atau “aku pernah mengalami yang lebih buruk”. Percayalah, kalimat itu tidak membantu apa pun.

3.Memberi nasihat hanya ketika diminta

ilustrasi teman (pexels.com/William Fortunato)

Kesalahan banyak orang ialah mereka memberi nasihat dan teguran di saat yang tidak tepat. Mereka pikir ini bisa membantu, tapi bukan nasihat yang dibutuhkan. Ketika seseorang menceritakan masalahnya, jauh lebih baik untuk kita menyediakan telinga.

Kalau mereka memberi nasihat atau saran, barulah kamu boleh membagikan pendapatmu. Tapi jangan memaksa, karena bagaimana pun, tidak ada yang tahu keadaannya lebih baik dari orang itu sendiri.

4.Beri dukungan untuk apa pun keputusannya

ilustrasi wanita (pexels.com/Polina Zimmerman)

Sebagai salah satu dari “pihak luar”, kita tidak bisa memaksa pilihan seseorang. Belajarlah untuk menghargai apa pun keputusan yang ia ambil, walau itu tidak sesuai dengan pendapatmu.

Dukungan ini jauh lebih berarti ketimbang tindakan yang lain. Sudah cukup memenuhi kepalanya dengan opinimu. Yang ia butuhkan adalah dukungan tulus dari orang-orang terdekat.

5.Belajar memahami bahwa apa yang mereka butuhkan berbeda dengan yang kamu pikirkan

ilustrasi bekerja (pexels.com/Edmond Dantès)

Belajar untuk memberi ruang bagi orang lain untuk bertumbuh. Jangan sampai kamu menjadi terlalu strict dan mengontrol segala sesuatu, sampai orang lain merasa risi.

Langkah terakhir yang harus dilakukan ialah, kamu belajar untuk memahami apa yang orang itu butuhkan. Terkadang itu berbeda dengan apa yang kamu pikirkan, tapi di situlah kamu belajar untuk mengenal dan menghargai temanmu.

Tidak melulu nasihat adalah solusi yang baik. Terkadang yang mereka butuhkan hanya telinga yang mau mendengar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team