Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pasangan (pexels.com/Alena Darmel)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Alena Darmel)

Ada beberapa orang yang sulit sekali lepas dari relasi tidak sehat. Padahal, ia sudah sering merasa tersakiti oleh hubungan toxic tersebut, entah oleh sikap atau ucapan menyakitkan doi. Namun masih saja memilih untuk bertahan. Mungkin kamu mengenal sikap itu ada pada dirimu atau orang-orang terdekatmu.

Ternyata, ada alasan yang membuat seseorang tetap memilih untuk bertahan. Mengetahui alasan ini bisa memutus siklus kebiasaan buruk dan membuka jalan bagi hubungan yang sehat. Bukan menjadi bahan penghakiman, mengerti tiga hal ini justru akan membuatmu mencari penyelesaian yang lebih baik. Tanpa berlama-lama, yuk simak artikelnya!

1.Trauma masa lalu yang belum selesai

ilustrasi pasangan (pexels.com/Andres Ayrton)

Adanya trauma atas pengalaman menyakitkan di masa lalu bisa membentuk kebiasaan toksik dalam diri seseorang. Misal, dulu kamu sering menerima perlakuan buruk dari orang terdekat, maka secara tidak langsung kamu akan meyakini bahwa kamu layak mendapatkannya.

Dalam jangka panjang, hal ini juga berdampak pada bagaimana kamu memilih pasangan. Kamu merasa sikap abusive dan pengabaian emosional adalah hal yang wajar, karena kamu sendiri sering menerimanya.

Hal ini jelas adalah keliru besar. Hubungan yang sehat seharusnya memberi kehangatan dan kebahagiaan, bukan malah sebaliknya. Jika kamu melihat rambu-rambu merah dalam hubunganmu, maka ini tandanya untuk mengevaluasi hubunganmu: apa ini sungguh-sungguh hubungan yang kamu inginkan?

2.Rasa percaya diri yang rendah

ilustrasi pasangan (pexels.com/Timur Weber)

Bagaimana seseorang memandang dirinya akan terefleksi pada pilihan seperti apa yang ia ambil untuk hidupnya. Tak terkecuali, pasangan hidup. Seseorang yang tahu bahwa dirinya berharga akan berhati-hati dalam memilih pasangan, karena ia tahu value hidupnya.

Sebaliknya, seseorang yang selalu skeptis dan merasa rendah diri mudah puas dengan perlakuan orang lain. Ia merasa tidak layak untuk mendapat yang terbaik.

Kamu tidak bisa berharap pada orang lain untuk menyelesaikan masalah insecurity-mu. Bukannya melampiaskan itu pada pasanganmu, justru ambil waktu untuk membangun hubungan dengan dirimu. Sadari bahwa kamu berharga dan layak mendapatkan yang terbaik, termasuk dalam hubungan.

3.Rasa takut akan kesepian atau kesendirian

ilustrasi pasangan (pexels.com/Alena Darmel)

Rasa takut akan kesepian bisa mendorong seseorang untuk bertahan dalam relasi toksik. Padahal mereka sudah melihat banyak red flag pada pasangannya, tapi memutuskan untuk bertahan dengan dalih “aku percaya dia bisa berubah”.

Ketakutan ini juga bisa berasal dari tekanan orang terdekat yang ingin kamu untuk segera punya pasangan. Akhirnya, tanpa pertimbangan yang baik dan matang, kamu memilih unuk mengorbankan standarmu demi punya “seseorang” di sampingmu.

Pertanyaannya, untuk apa membangun hubungan bila kamu sendiri tidak merasa nyaman dan bahagia di dalamnya? Hanya akan menguras waktu dan energimu sendiri. Bukankah lebih baik untuk menunggu sampai bertemu seseorang yang tepat?

Menyadari penyebab bertahan dalam hubungan toksik bisa membantumu menemukan penyelesaian yang lebih baik. Dimulai dari mengakui dan menyadari tanda tidak sehat dalam hubunganmu sekarang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team