Ilustrasi pacaran virtual (pexels.com/Vlada Karpovich)
Menurut Putri, pacaran virtual bisa saja sampai ke jenjang pernikahan. Hal ini sangat mungkin terjadi. Tapi, ada juga kasus yang sebaliknya. Pasalnya, pacaran virtual juga bisa memberikan risiko tersendiri.
"Kalau kita kembali ke pola perilaku berpacaran baik itu langsung atau virtual tetap memiliki risiko yang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan baik-baik," jelas Putri.
Risiko utama dalam pacara virtual adalah jejak digital yang bisa membahayakan. Selain itu juga berisiko munculnya tindakan kekerasan seksual. Mengenai hal ini, Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UNESA Iman Pasu Marganda Hadiarto Purba, S.H., M.H., beberapa kliennya mengeluhkan jejak digital yang tertinggal di mantan pasangan mereka.
Banyak kasus foto atau video dijadikan alat pemerasan atau untuk perilaku paksaan (ancaman) lain. Itulah kenapa jejak digital ini sangat berbahaya jika sampai disebarkan hingga akhirnya korban akan terekspos.
"Menurut saya, jejak digital karena pacaran virtual inilah yang sangat berbahaya yang harus dipikirkan anak-anak muda sekarang," tegas Iman.
Lebih lanjut, Iman menjelaskan orang yang menyimpan dan menyebarkan foto atau video pasangan, terutama yang tak senonoh ke publik bisa terancam UU PPKS, UU Pornografi, UU ITE. Jadi penting untuk memahami batasan saat menjalin hubungan.
“Pahami batasan dan bahayanya, jangan mudah percaya dan berani katakan tidak atau menolak terhadap perbuatan yang tidak nyaman atau berisiko. Intinya waspada, yang fotonya tersebar bahaya, yang nyebarin juga bahaya," tambahnya.
Jadi, pacaran virtual adalah pasangan yang menjalin hubungan lewat dunia maya dan hanya berkomunikasi lewat chat, telepon, maupun video call. Jadi, hubungan ini memang hampir mirip seperti LDR atau long distance relationship.