Apakah Posesif Termasuk Sebagai Toxic Relationship? Ini Penjelasannya!

IDN Times menggelar Kulwapp pertama dengan tajuk "Cara Move On Pasca Putus dari Toxic Relationship" pada Sabtu (11/04). Kegiatan ini jadi salah satu langkah yang dilakukan IDN Times untuk memberikan insight positif selama masa physical distancing.
Dimulai pada pukul 15.00 WIB, Psikolog Klinis sekaligus Founder Cinta Setara yang jadi narasumber, Sri Juwita Kusumawardhani, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peserta.
Pertanyaan tersebut mengenai kaitan antara sikap posesif dengan toxic relationship. Apakah posesif termasuk sebagai toxic relationship? Simak ulasannya di bawah ini!
1. Apa itu toxic relationship?
Wita, panggilan akrab Sri Juwita, mengatakan bahwa toxic relationship memiliki 6 ciri, yakni intensitas komunikasi, isolasi, cemburu yang ekstrem, suka mengecilkan perasaan pasangan, hubungan yang terasa seperti rollercoaster, dan adanya kekerasan.
"Masuk ke dalam ciri-ciri, toxic relationship biasanya dapat dilihat dari intensitas atau seberapa sering berkomunikasi via chat atau telepon, isolasi atau merasa lebih sulit untuk menghabiskan waktu dengan keluarga atau teman. Selanjutnya, cemburu. Cemburu itu wajar, tapi kalau sudah ekstrem, itu bisa jadi penanda bahwa kamu berada di dalam toxic relationship," kata Wita.
"Lalu yang berikutnya, suka mengecilkan perasaan. Maksudnya, dia suka memberikan ucapan seperti lebay atau baper. Kemudian, hubungan kamu bisa berubah dari bahagia hingga marah-marah dalam waktu yang singkat. Terakhir, ini sudah jelas toxic, jadi bukan lagi ciri, yaitu adanya kekerasan, baik kekerasan seksual, ekonomi, psikologis, dan sebagainya," tambahnya.