Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menganggap orang lain toksik
ilustrasi menganggap orang lain toksik (pexels.com/SHVETS production)

Intinya sih...

  • Banyak orang dianggap toksik bukan karena perilaku mereka benar-benar bermasalah, melainkan akibat kesalahpahaman kecil, perbedaan gaya komunikasi, atau situasi emosional tertentu.

  • Ekspektasi yang tidak pernah diungkapkan dan respons seseorang saat berada di bawah tekanan sering disalahartikan sebagai sikap buruk atau tidak peduli.

  • Dengan memahami konteks, latar belakang, dan cara orang mengelola emosi, kamu bisa menilai konflik secara lebih adil tanpa buru-buru memberi label toksik.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kata toksik sekarang mudah sekali dipakai untuk menilai orang lain, khususnya saat kamu merasa tidak cocok dengan sikap atau cara mereka merespons suatu hal. Padahal, konflik biasa belum tentu punya makna sebesar itu. Banyak situasi sebenarnya bisa diselesaikan lewat penjelasan sederhana, tetapi cepat dianggap sebagai masalah serius karena kamu sudah telanjur kesal.

Setelah itu, penilaian kamu berubah makin jauh dari konteks awalnya. Agar tidak terkecoh oleh kesan pertama, kamu perlu menilai ulang apakah situasinya memang berat atau hanya salah paham kecil. Berikut beberapa sudut pandang yang bisa membantumu melihatnya lebih jelas.

1. Kesalahpahaman kecil bikin orang terlihat lebih menyebalkan dari aslinya

ilustrasi orang yang dianggap menyebalkan (pexels.com/Karola G)

Ucapan yang kurang lengkap atau intonasi yang tidak pas bisa membuat seseorang tampak keras, padahal maksudnya biasa saja. Situasi seperti ini sering membuat kamu menangkap pesan yang berbeda dari yang dimaksud. Kalau sedang lelah atau sensitif, kamu cenderung menilai nada bicara tersebut sebagai sikap buruk. Padahal, masalahnya hanya tidak cocok cara menyampaikan.

Tanpa dibahas, kamu merasa diperlakukan dengan tidak enak dan langsung menaruh jarak. Dari situ, label toksik muncul bukan karena perilakunya benar-benar buruk, tetapi karena kamu tidak tahu maksud sebenarnya. Begitu ada kesempatan untuk menanyakan ulang, gambaran kamu tentang orang itu biasanya berubah. Banyak salah paham selesai begitu saja setelah dua pihak saling menjelaskan apa yang sebenarnya ingin disampaikan.

2. Cara orang menata emosi kadang tidak sesuai dengan gaya kamu

ilustrasi dua orang sedang berdebat (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Ada orang yang perlu diam sejenak sebelum menjawab, ada juga yang ingin menyelesaikan masalah hari itu juga. Perbedaan ini membuat kamu merasa ia tidak peduli karena terlihat menghindar. Padahal, ia hanya mengatur cara menjawab agar tak menambah masalah. Tampilan luar yang terlihat menjauh bukan selalu tanda ia tidak tertarik menyelesaikan persoalan.

Kalau tak mengenal gaya mengelola emosi orang tersebut, kamu bisa menilai sikapnya terlalu jauh. Kamu menganggapnya sengaja membuat situasi lebih rumit, sementara ia mengira dirinya sedang berusaha menjaga percakapan tetap tenang. Dari sini, penilaian mudah terpeleset menjadi asumsi yang berlebihan. Memahami bahwa setiap orang punya cara berbeda saat menghadapi emosi membuat kamu lebih bijak sebelum memberi label toksik.

3. Harapan yang tidak pernah diucapkan membuat orang terlihat salah terus

ilustrasi dua orang sedang berdebat (pexels.com/Kindel Media)

Tanpa sadar, kamu punya ekspektasi tertentu terhadap orang dekat. Harapan ini terasa wajar di kepala kamu, tetapi mungkin tidak pernah kamu sampaikan. Begitu mereka tidak melakukan hal yang kamu bayangkan, kamu kecewa dan menganggap mereka tidak peka. Dari situ, muncul kesan bahwa mereka sulit diajak kerja sama.

Padahal, yang membuat kacau justru ekspektasi yang tidak pernah disampaikan secara jelas. Mereka hanya melakukan hal yang dianggap umum, sementara kamu menilai dari standar yang tidak mereka ketahui. Dua pihak sama-sama merasa benar karena melihat dari sudut sendiri. Dengan membicarakan ekspektasi secara terbuka, penilaian kamu terhadap orang itu jadi lebih adil dan tidak dipengaruhi asumsi pribadi.

4. Respons saat tertekan tidak sama dengan kepribadian asli

ilustrasi seorang perempuan yang sedang marah (pexels.com/Mikhail Nilov)

Orang yang sedang dalam situasi berat bisa menjawab lebih singkat, terlihat datar, atau tidak fokus. Dari luar, sikap ini tampak seperti kepribadiannya berubah menjadi tidak menyenangkan. Kamu mungkin menilai ia sedang memperlakukan kamu dengan buruk. Padahal, ia hanya berusaha bertahan dari tekanan yang sedang ia hadapi.

Kalau kamu menilai karakter seseorang dari momen seperti ini, hasilnya sering meleset jauh. Kamu hanya melihat potongan kecil dari hari yang mungkin sulit untuknya. Memberi sedikit jeda membuatmu bisa melihat perbedaan antara reaksi sesaat dan kebiasaan nyata. Tidak semua sikap yang muncul pada masa sulit mencerminkan siapa mereka sebenarnya.

5. Lingkungan tempat tumbuh membentuk cara orang menyampaikan sesuatu

ilustrasi dua orang sedang berdebat (pexels.com/Afif Ramdhasuma)

Ada orang yang tumbuh dalam lingkungan yang terbiasa bicara blak-blakan. Ada juga yang belajar untuk lebih hati-hati karena lingkungannya peka terhadap nada suara. Ketika dua gaya ini bertemu, mudah sekali timbul ketegangan kecil. Kamu merasa ia terlalu keras, sementara ia merasa dirinya sudah berbicara sewajarnya.

Tanpa mengenal latar belakang tersebut, kamu menilai seseorang berdasarkan standarmu sendiri. Padahal, mereka hanya memakai cara yang sudah biasa mereka temui sejak lama. Dengan mengenali variasi gaya berkomunikasi, kamu bisa menilai situasinya lebih tepat. Kadang, bukan sifatnya yang membuat kamu terganggu, tetapi perbedaan cara mengekspresikan hal yang sama.

Tidak semua orang yang membuat kamu kesal layak diberi label toksik karena banyak hal kecil yang memengaruhi cara seseorang bersikap. Melihat konteks lebih dulu sering membuat kamu sadar bahwa masalahnya tidak sebesar yang kamu kira. Dari sudut pandang ini, mana yang ingin kamu coba pahami lebih dulu?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎