Bukan Gengsi! Ini 5 Alasan Kamu Layak Menolak Bertemu dengan Mantan

Menjalani hubungan asmara dalam waktu lama tentu membuat kita saling mengenal satu sama lain. Tak hanya pribadi keduanya saja, tapi juga keluarga dan teman-teman pun seolah menjadi bagian dari hidup kita kala itu.
Hampir setiap hari bertemu, setidaknya berkomunikasi jika memang saling berjauhan. Tak ada jeda, tak ada celah, hingga semua orang merasa bahwa kitalah pasangan yang paling berbahagia dan tak akan berpisah.
Namun jika takdir berkata, maka bagaimanapun dipertahankannya hubungan asmara yang sudah terbilang harmonis, maka akan kandas juga. Saat status berubah, menyisakan luka, hingga saling merasa bersalah, maka semua akan menjadi sangat berbeda. Yang awalnya saling memanggil "sayang", maka kini keduanya akan saling mengaku mantan.
Saat semua keadaan sudah berubah, kekasih menjadi mantan, maka hal yang paling enggan untuk dilakukan keduanya adalah bertemu. Meski ada kesempatan untuk saling menyapa, akan ada banyak alasan untuk menolak. Dan hal itu menjadi sangat wajar.
Bukannya belum move on atau masih suka galau. Tapi ada banyak alasan, mengapa kita layak menolak bertemu dengan mantan. Ini dia alasannya.
1. Kamu yang paling tahu, apakah hatimu sudah siap?
Melepas semua yang sudah biasa dimiliki dan dilakukan, memang bukan perkara yang mudah. Apalagi saat kebiasaan bersama melakukan aktivitas dari pagi hingga petang, tentu saja akan membuat semua keadaan menjadi sangat aneh hingga menyebalkan. Jangankan bertemu, menata hati saja setiap orang membutuhkan waktu yang tidak sama. Dan hal itu bukanlah perkara yang mudah.
Tak apa, menolak dengan halus karena suatu alasan memang wajar kita lakukan. Apalagi yang paling mengerti siap atau belumnya kita menerima keadaan saat ini adalah diri kita sendiri. Kita bisa saja bertemu dengan dia, menganggap tidak ada apa-apa dan semua baik-baik saja.
Tapi bagaimana hati bisa sejujur itu, saat kita masih merasa terluka bahkan mungkin masih membenci saat bertemu dengannya. Bukankah lebih baik mempersiapkan diri lebih dulu, daripada memaksakan diri dan terus menyiksa hanya karena desakan orang lain?