Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi suami dan istri sedang berpelukan (pexels.com/Annushka Ahuja)
ilustrasi suami dan istri sedang berpelukan (pexels.com/Annushka Ahuja)

Dalam hubungan apa pun, entah itu pacaran, pernikahan, atau persahabatan, komunikasi menjadi kunci utama. Namun, bagaimana kalau komunikasinya justru sengaja diputus? Diam, gak membalas pesan, menghindar, bahkan berpura-pura gak ada yang salah, itulah yang disebut silent treatment.

Meski tampak sepele, perilaku ini bisa jadi bentuk manipulasi emosional yang menyakitkan. Sikap seperti ini bikin orang merasa bingung dan bisa bikin hubungan terasa dingin seperti kulkas. Biar kamu gak jadi korban silent treatment, yuk, kita bahas cara menghindari silent treatment dalam hubungan. Dengan begitu, kamu dan pasangan gak terjebak dalam siklus diam seribu bahasa yang bikin frustrasi.

1. Biasakan ngobrol rutin, gak hanya pas ada masalah

ilustrasi suami dan istri sedang berbicara (pexels.com/KATRIN BOLOVTSOVA)

Kunci menghindari silent treatment ialah membangun kebiasaan komunikasi yang aktif dan terbuka setiap hari. Jangan tunggu sampai ada konflik dulu, baru ngobrol serius. Mulailah dengan membicarakan hal kecil setiap hari, seperti tanya kabarnya, apa yang dialami seharian, ceritakan harimu, atau bahkan sekadar membahas hal lucu yang kamu temui di media sosial. Kalau komunikasi sudah jadi rutinitas, kamu dan pasangan akan lebih terbiasa mengungkapkan perasaan daripada menyimpannya dalam diam.

2. Gunakan kata aku saat mengungkapkan perasaan

ilustrasi laki-laki dan perempuan sedang berdiskusi (pexels.com/Andres Ayrton)

Salah satu pemicu silent treatment ialah perasaan dituduh atau disalahkan. Nah, biar percakapan gak jadi ajang saling tuding, gunakan bahasa yang fokus pada perasaanmu sendiri. Daripada berkata, “Kamu selalu egois!” kamu bisa berkata, “Aku merasa sedih ketika pendapatku gak didengarkan.” Dengan begitu, pasangan gak merasa dituduh dan kamu tetap bisa menyampaikan apa yang kamu rasakan tanpa memancing mode defensif.

3. Kenali tanda-tanda pasangan mulai menutup diri

ilustrasi pasangan kekasih sedang sedih (pexels.com/RDNE Stock project)

Kadang, silent treatment gak langsung terjadi. Ada tanda-tanda awal yang halus, tapi selalu dibiarkan, misalnya menghindari kontak mata, menjawab singkat, atau menarik diri dari percakapan. Kalau kamu mulai melihat pola ini, segera dekati pasangan secara lembut.

Kamu bisa bilang, “Aku merasa kamu lagi gak nyaman. Mau cerita, gak?” Tanya dengan tulus dan beri ruang aman untuk dia bicara. Ini bisa mencegah diam-diaman yang berkepanjangan. Sekali lagi, hindari pernyataan yang terkesan menuduh atau menyalahkan karena bisa bikin doi makin menutup diri.

4. Sepakati waktu cooling down yang sehat

ilustrasi laki-laki sedang merenung (pexels.com/Martin Péchy)

Wajar, kok, kalau seseorang butuh waktu menenangkan diri. Namun, penting untuk menyepakati bersama berapa lama waktu agar salah satu pihak gak merasa bingung atau sedang dihukum. Kalian bisa tentukan, seperti 1 jam, 2 jam, 6 jam, atau berapa pun.

Agar gak bikin bingung, buat kesepakatan untuk izin dulu sebelum cooling down. Setelah itu, komitmen untuk ngobrol lagi tetap harus ditepati. Dengan begini, kalian tetap menghormati kebutuhan masing-masing tanpa memutus komunikasi sepenuhnya.

5. Belajar mengenali dan mengelola emosi sendiri

ilustrasi perempuan sedang marah (pexels.com/Alex Green)

Kadang, seseorang melakukan silent treatment tanpa sadar karena belum cukup paham cara mengekspresikan emosi secara sehat. Jadi, penting untuk belajar mengenali emosi sendiri apakah kamu sedang marah, kecewa, takut, atau sedih. Setelah itu, pikirkan cara menyalurkan emosi itu dengan cara yang produktif, bukan dengan menarik diri sepenuhnya. Kalau kamu merasa dirimu atau pasanganmu punya masalah dalam mengenali atau mengelola emosi, mungkin saatnya pertimbangkan bantuan profesional. 

Akhir kata, silent treatment bisa jadi racun yang pelan-pelan merusak hubungan. Dengan membangun komunikasi yang terbuka, empati yang tulus, dan kebiasaan mengelola emosi, kamu bisa mencegah perang dingin ini. Ingat, hubungan yang sehat itu bukan tentang siapa yang paling diam, tapi siapa yang paling mau bicara dan mendengarkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorYudha ‎