Ilustrasi seorang wanita sedang mengasuh. (pexels.com/Kampus Production)
Sekilas, kok rasanya gak ada yang aneh, ya? Memang wanita kan sosok yang lemah lembut dan keibuan, seharusnya wajar dong dia bertugas untuk mengasuh, baik mengasuh pasangannya atau anaknya. Karena stereotipe ini sudah sangat umum dan sering kita jumpai, maka kita jadi kurang aware terhadap hal ini.
Stereotipe ini yang juga kadang membuat perempuan jadi mudah masuk ke
lingkaran toxic. Merasa bahwa pasangan kita perlu dibantu, perlu diasuh, perlu
dilayani karena tidak mampu, merasa bertanggung jawab terhadap pasangan.
Padahal, kemampuan seperti memasak dan menyiapkan makanan, melakukan tugas domestik, menyiapkan baju untuk berangkat kerja, adalah segelintir kemampuan dasar atau basic lifeskill yang wajib dimiliki manusia untuk bertahan hidup. Seseorang gak perlu wanita untuk melakukan dan memenuhi itu karena itu tanggung jawab tiap individu bernyawa.
Iya memang benar wanita memiliki hati yang lembut untuk mengasuh. Iya memang benar ada wanita yang merasa "terpanggil" dan lebih enjoy melakukan peran tersebut. Tapi bukan berarti kamu perlu melakukan semuanya sendiri sampai mengorbankan perasaan, kualitas hidup, sampai harga dirimu.
Misalkan nih, kamu memilih bertahan dengan pasangan yang melakukan KDRT dengan alasan kasihan karena dia seperti itu akibat masa kecilnya yang berat. Atau kamu memilih resign dari kantor meskipun sebenarnya kamu tidak ingin (digarisbawahi ya, kamu tidak ingin), dengan alasan kasihan suami tidak ada yang melayani, kasihan gak ada yang masakin di rumah, kasihan karena suamimu merasa kurang perhatian atau tidak merasakan kehadiran istri. Coba pastikan, apakah memang benar alasan-alasan itu cukup kuat untuk mendukung keputusanmu?