Ilustrasi suami istri (pexels.com/@ketut-subiyanto)
Karena hukum suami minta hubungan setiap hari menurut Islam telah mendapatkan jawaban, hal lain yang menarik perhatian adalah seberapa sering bolehnya melakukan hubungan intim itu. Terdapat ikhtilaf atau perbedaan pendapat dari para ulama ketika membahas berapa kadar dan frekuensi berhubungan intim suami-istri.
Hal ini terkait dengan hak istri untuk mendapatkan nafkah batin. Seperti suami, istri juga membutuhkan nafkah batin. Ada ulama yang berpendapat minimal sekali setiap empat hari. Ada yang berpendapat minimal sekali selama masa suci. Ada yang berpendapat maksimal 4 bulan sekali.
Pendapat terkuat dalam hal ini adalah tergantung kemampuan dan kebutuhan masing-masing orang serta kadar kemampuan menahan diri dari dorongan syahwat. Pendapat yang masyhur juga adalah suami hendaknya berhubungan badan dengan istrinya sekali, selama rentang empat hari. Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan, “Apabila dia memiliki satu istri, maka dia wajib bermalam dengannya satu malam dari setiap empat malam, selama tidak ada uzur”. (al-Mughni, 7: 28)
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa berhubungan badan minimal setiap 4 bulan sekali, memiliki dalil sesuai dengan ketetapan Umar bin Khattab RA. Dirinya mewajibkan setiap pasukan yang berjihad agar pulang menemui istrinya setelah 4 bulan.
Itu karena perempuan tidak bisa menahan lebih dari 4 bulan. Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Bahwasanya Umar bin Khathab RA keluar pada suatu malam menjaga rakyat. Lalu, dia melewati seorang perempuan sedang bersyair di dalam rumahnya. Malam ini begitu lama, sisi-sisinya begitu hitam. Menjadi semakin lama pula terasa atasku, tanpa ada kekasih yang aku bercumbu dengannya. Demi Allah, seandainya bukan karena rasa takut terhadap Allah semata. Pastilah sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang”.
Maksud 'pastilah sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang-goyang' adalah jika tidak ada rasa takwa/takut kepada Allah, maka ranjangnya pasti akan digoyang oleh laki-laki yang lain. Karena saking lamanya, dia tidak tahan untuk tidak disentuh (syahwat biologisnya tidak tersalurkan).
Pendapat terkuat dalam hal ini adalah hubungan intim tergantung kemampuan suami dan tidak sampai menelantarkan nafkah batin istri, yang apabila tidak ditunaikan akan mengantarkan kepada perbuatan haram. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan:
“Wajib bagi suami berhubungan intim dengan istrinya sesuai kemampuannya selama tidak mengganggu fisiknya dan melalaikan dari mencari nafkah.” (Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah, hal 246)
Pendapat ini didasarkan pada ketiadaan nash atau ketentuan tegas dalam syariat yang menetapkan frekuensi atau jumlah hubungan intim. Oleh karena itu, ketentuan tersebut kembali kepada ‘urf atau adat dan kebiasaan setempat.
Dapat dikatakan bahwa kekuatan fisik dan syahwat mungkin berbeda-beda antar suku dan bangsa. Lalu apabila dirinci, setiap individu dari bangsa tersebut juga berbeda-beda lagi kekuatannya dalam hal ini, jadi tidak bisa ada patokan tertentu.
Demikian penjelasan soal hukum ketika suami meminta hubungan seksual setiap hari menurut Islam. Meski diperbolehkan, sekali lagi, kamu juga harus meminta izin dan tidak boleh memaksakan kehendak pribadi.