Kamu yang Akan Jadi Masa Depanku. Maukah Menerima Masa Laluku, Seburuk Apapun Itu?

“Masa lalu adalah urusan perasaan. Masa depan itulah baru urusan pemikiran." — Pidi Baiq
Ini bukan sebuah pengakuan dosa atau penyesalan. Aku menulis ini sebagai upaya mengais ketulusanmu agar kelak tak perlu ada kekecewaan. Sadar dengan segala kekurangan, aku terlalu khawatir jika kamu menyimpan masa laluku sebagai beban di pikiran. Padahal harapanku tak jauh berbeda dengan kutipan di atas, aku ingin masa depanlah yang bertahta di sana dan perihal masa lalu cukup kau biarkan tuntas.
Karena setiap orang pasti pernah khilaf. Maukah kamu dengan tulus memberi maaf?
Di masa lalu, kebebasan mutlak yang aku pilih untuk diriku sendiri, membuatku kadang tak mengingat norma lagi. Bisa saja aku dulu seorang gadis urakan yang melakukan banyak hal di luar batas kewajaran. Bagaimana kalau aku dulu pernah mencuri hanya untuk sekedar menyenangkan diri? Atau bagaimana kalau aku perempuan yang tak virgin lagi?
Bagaimanapun masa laluku, percayalah segala keburukan itu sudah jauh aku tinggal di belakang. Aku yang sekarang bukan lagi aku yang dulu. Karena itu, aku memberanikan diri untuk memintamu bukan sekadar menerima tapi juga memaafkannya. Mungkin sulit, tapi bisakah kamu mengusahakannya.