Dulu, dirimu adalah sosok yang asing. Sosok yang suaranya pun tidak pernah ku dengar. Sosok yang hanya kukenal lewat tulisan-tulisan puitis, lewat tulisan-tulisan yang menggugah jiwa, dan lewat tulisan-tulisan metafora penuh makna. Tulisan itulah yang akhirnya mengantarkan bibit-bibit cinta. Dan cinta itu adalah cinta pertama yang berani kuakui.
Hingga akhirnya, di sebuah acara aku bisa mendengar suaramu, hingga mengantarkanku untuk bisa berkenalan. Ketika itu, degup jantungku seolah tak bisa kukendalikan. Saat aku berada di dekatmu, aku selalu merasa ada daun dan bunga-bunga yang berguguran di sekitar. Sehingga semua menambah kesan romantis dalam imajinasiku.
Namun apalah daya, di suatu siang aku pun tau, mata yang kuharapkan mengarah padaku, ternyata kau tujukan untuk orang lain. Aku seperti angin lalu yang berhembus tanpa pernah sekalipun kau sadari keberadaannya. Aku yang mencintaimu hanya seperti pungguk yang merindukan bulan. Pungguk yang tidak pernah mengukur diri, bahwa rembulan terlalu tinggi dan terlalu jauh untuk digapai. Lalu, apa yang harus kulakukan untuk mengatasi ini semua?