Surat untuk Kawan Lama: Maaf, Kini Kita Sudah Tak Sejalan Lagi

Hei kawan, bagaimana kabarmu? Sehat engkau di sana? Ah, canggung rasanya diri ini ingin menyapa, setelah bertahun lamanya tak bersua. Betapa hati ini ingin banyak bercerita, namun apa daya jarak dan waktu yang memisahkan kita. Engkau yang jauh di sana, sibuk menggapai hidup, menjalani keseharian menurut kemauanmu dan menjalani kehidupan sekehendakmu.
Teringat betapa kita dulu, menjalani hari-hari bersama hampir setiap waktu. Senyum dan tawa tak sanggup ditahan ketika mengenang masa-masa itu. Masa-masa ketika kita masih menjadi mahasiswa, masa yang penuh dengan tuntutan orangtua, tanggung jawab menuntut ilmu, sekaligus masa jahiliyyah yang penuh dengan hiruk-pikuk dunia anak muda.
Selain catatan dan buku-buku, uang saku menjadi senjata terpenting kita untuk mengarungi belantara kehidupan.
Akhir bulan adalah ranjau sekaligus momen latihan bertahan hidup bagi mahasiswa. Tentunya latihan bertahan hidup ini berbeda dengan latihan para tentara, yang dilepas begitu saja di hutan belantara dengan peralatan seadanya. Beruntung bagi kita yang masih bisa tidur di kamar kost, ditemani dengan kasur tipis dan selimut sarung seadanya, masih bisa mandi dan buang hajat di tempat yang semestinya dan masih bisa melihat pemandangan bernyawa: para mahasiswi dengan paras elok rupawan. Semua terasa lengkap dan indah. Kekurangan kita hanya satu: sering kehabisan uang saku.