Selingkuh sering kali dianggap sebagai hasil dari situasi yang rumit, padahal akar masalahnya kerap berawal dari cara seseorang memandang hubungan dan dirinya sendiri. Banyak orang tidak sadar bahwa keinginan untuk mencari “pengganti” bukan muncul tiba-tiba, melainkan berkembang dari pola pikir yang dibiarkan tanpa disadari. Batas antara kedekatan emosional dan hubungan personal semakin kabur, membuat siapa pun bisa tergelincir jika tidak memahami batasnya.
Fenomena selingkuh kini bukan hanya tentang fisik, tetapi juga soal validasi, pembenaran diri, dan rasa tidak cukup yang sulit dijelaskan. Ketika seseorang mulai menilai hubungan berdasarkan perbandingan, pembuktian, atau bahkan pelarian emosional, celah untuk berkhianat bisa terbuka lebar. Berikut lima pola pikir yang sering jadi pemicu selingkuh.
