Ilustrasi hubungan (freepik.com/pressfoto)
Dalam ajaran Islam, perselingkuhan atau zina adalah dosa besar yang sangat dibenci Allah, terutama bagi mereka yang sudah menikah. Pernikahan membawa tanggung jawab untuk saling menjaga kehormatan dan kesetiaan. Saat pengkhianatan terjadi, bukan hanya pasangan yang terluka, tetapi juga keutuhan keluarga ikut terancam.
Menurut Rasta Kurniawati Br. Pinem, S.Ag dalam buku Hukum Pidana Islam, zina didefinisikan sebagai hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan yang sah menurut syariat. Sementara itu, jurnal dari Universitas Muslim Indonesia berjudul Studi Perbandingan Hukum Pidana Islam dan Hukum Positif Tentang Delik Perzinaan oleh Muh. Fikram dkk menjelaskan bahwa ada dua jenis zina:
Zina muhsan, dilakukan oleh orang yang sudah menikah
Zina ghair muhsan, dilakukan oleh orang yang belum pernah menikah
Zina muhsan dianggap memiliki konsekuensi dosa dan kerusakan yang lebih besar karena merusak janji suci dalam pernikahan. Hidup bersama dalam keluarga diibaratkan sebagai bangunan kokoh, sedangkan perselingkuhan adalah retakan besar yang bisa merobohkannya bila tidak segera diperbaiki.
Namun, seberat apa pun dosanya Islam tidak menutup pintu taubat. Yang terpenting adalah kejujuran hati, niat kuat untuk berubah dan tidak mengulanginya lagi. Allah sendiri menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Ayat ini adalah pelukan bagi siapa saja yang merasa dirinya terlalu berdosa. Selama masih ada usaha memperbaiki diri, pintu ampunan tetap terbuka seluas langit.