ilustrasi sibuk bekerja (pexels.com/Los Muertos Crew)
Ketika kamu masih remaja atau awal 20-an, menikah mungkin ada di daftar impian. Namun setelah menghadapi kerasnya hidup, mengenal banyak orang, dan mengalami berbagai transisi dalam hidup, prioritasmu pun bisa bergeser. Kamu mulai lebih fokus pada pertumbuhan diri, kesehatan mental, karier, atau bahkan perjalanan spiritual. Menikah tidak lagi jadi satu-satunya tujuan besar dalam hidup.
Apalagi jika kamu merasa bisa bahagia dengan cara yang tidak melibatkan pasangan. Kamu bisa menjelajah dunia, belajar hal baru, mengembangkan karier, atau menikmati kebersamaan dengan sahabat dan keluarga tanpa perlu gelar “suami” atau “istri”. Bagi sebagian orang dewasa, kebebasan dan ketenangan jauh lebih berharga dibanding komitmen yang penuh risiko. Maka tak heran jika makin dewasa, makin banyak yang memilih untuk tidak menikah.
Tidak semua orang ditakdirkan untuk hidup berdua, dan tidak semua orang siap dengan segala konsekuensi yang datang bersama komitmen jangka panjang. Bukan berarti seseorang gagal, egois, atau tidak laku hanya karena memilih untuk tidak menikah. Maka dari itu, penting untuk tidak menghakimi pilihan orang lain dalam urusan cinta dan komitmen. Karena pada akhirnya, kebahagiaan tidak selalu terletak pada status pernikahan, melainkan pada kemampuan untuk hidup jujur terhadap diri sendiri.