Aku kerapkali melihatmu membeli bunga, coklat, atau barang-barang cantik lainnya. Kalau kutanya, kamu bilang itu untuk wanita cantik di luar sana. Kalian harus tahu kalau kakak laki-lakiku sering lupa aku adalah wanita cantik juga. Wanita yang jauh lebih cantik daripada orang yang baru masuk dalam kehidupannya itu. Aku adalah orang yang lebih lama bersamanya. Aku adalah orang yang bersabar menerima kenakalannya di rumah. Aku adalah orang yang tahu kalau dia pernah memukul temannya sampai babak belur atau sering tidak mandi seharian. Lalu apa yang kakak laki-laki ku telah memberikan semua perhatiannya kepadaku? Tidak.
Dan aku benci itu.
Wahai kakak laki-lakiku yang menyebalkan. Aku akui kalau sang adik terlalu berharap kepadamu. Berharap banyak dari semua ekspektasi yang orang-orang katakan. Katanya, kalau punya kakak laki-laki pasti bisa begini dan begitu. Dan akupun mulai melihatmu sebagai sosok yang harus selalu ideal. Tapi wahai kakak laki-lakiku yang menyebalkan, aku hanya ingin tahu apakah kamu menyayangiku sebagai adik perempuanmu? Benarkah kamu tidak mengajari bermain bola atau game karena itu tidak cocok untukku, bukan karena kamu malu mengakuiku sebagai adikmu?
Bolehkah aku tetap percaya, wahai kakak laki-lakiku yang menyebalkan, kalau aku adalah adikmu meski seperti apapun yang terjadi? Akankah kamu membelaku jika aku dijahati oleh lelaki lain di luar sana?
Aku masih berharap kamu menjawab “YA”, meski kamu adalah kakak laki-lakiku yang menyebalkan.