Potret atlet panahan Dellie Threesyadinda saat ditemui di Lapangan KONI Jatim (2 Desember 2019). IDN Times/Reza Iqbal
Belajar, belajar, dan belajar! Biasanya para orangtua menekankan hal tersebut ketika kita masih kecil, ya gak? Hal ini tak berlaku untuk Dinda, karena prestasinya di bidang panahan.
Dinda termasuk orang yang tidak mudah puas. Ia terus tertantang untuk mencoba berbagai pertandingan, sehingga membawanya berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004 di Palembang untuk pertama kalinya.
"Budaya kita masih pegang nilai belajar dulu. Cuma yang jadi nilai plus (ketika jadi atlet) dibanding teman-teman dulu, karena aku bisa memilih sekolah favorit di Surabaya," tutur wanita kelahiran 12 Mei 1990 tersebut.
Di samping itu, sekolah juga tempat untuk membangun relasi. "Sekolah itu lebih pada bangun link ya, karena ilmunya gak akan ingat lagi. Beberapa pelajaran juga gak akan aku pakai di masa depan, hehehe...," katanya. Namun, bukan berarti Dinda melupakan kewajibannya sebagai pelajar.
Dia sadar membagi waktu antara pendidikan dan prestasi cukup berisiko. Beberapa pelajaran sulit dia tangkap, tapi banyak guru yang membantunya supaya memahami materinya lebih mudah.
Potret atlet panahan Dellie Threesyadinda saat ditemui di Lapangan KONI Jatim (2 Desember 2019). IDN Times/Reza Iqbal
Awal tahun ini, Dinda akhirnya lulus sebagai sarjana hukum di Universitas Narotama Surabaya. Begitu banyak pengorbanan yang telah dia lalui sebelum bisa menamatkan studinya.
Awalnya, Dinda merupakan mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2008 di Universitas Airlangga di Surabaya. Sayangnya, saat itu pihak universitas belum bisa memberikan keringanan untuk para atlet, meski berprestasi.
"Sejak 2013 sebenarnya pengin berhenti Pelatnas karena mau menyelesaikan kuliah. Ternyata aku masih pengin tanding," kata atlet asal Surabaya ini.
Dinda sadar betul mengenai sistem pendidikan di Indonesia. Lulus sebagai sarjana masih menjadi keharusan untuk bisa mendapatkan jenjang karier yang lebih baik. Ibunya menjadi pemicu semangatnya dalam menimba ilmu di universitas.
"Mama saja lulus, masak aku enggak. Kalau kuliahku gak selesai-selesai, ya aku mikir. Setelah tanding, tuh mau melakukan apa?," tuturnya.
Potret atlet panahan Dellie Threesyadinda saat ditemui di Lapangan KONI Jatim (2 Desember 2019). IDN Times/Reza Iqbal
"Padahal dari Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora) sudah ada omongan buat atlet yang Pelatnas itu harusnya kampus memberikan SKS khusus. Dia bukan bolos atau malas, tapi berjuang mewakili Indonesia, lho. Mungkin memang sistem kita ini belum mendukung," ucapnya.
Akhirnya banyak atlet yang terpaksa drop out, padahal secara segi prestasi mereka sangat baik. "Jadi ya itu risiko dalam memilih," tuturnya.
Keseimbangan prestasi di bidang atlet dan akademis ibunya menjadi pecutan keras untuk melanjutkan kuliah. Akhirnya dia memutuskan pindah ke Universitas Narotama.
Kata Dinda, "Untungnya aku pindah ke Narotama. Waktu itu rektornya dulunya juga atlet, jadi paham, terus aku boleh belajar via online, ujiannya baru datang."