ilustrasi mengobrol (pexels.com/EKATERINA BOLOVTSOVA)
Jika bertanya tentang "mana yang lebih baik", sebenarnya kembali lagi pada preferensi masing-masing. Baik itu body positivity ataupun body neutrality, keduanya punya manfaat dan sama-sama membawa kebaikan untuk dirimu sendiri. Bahkan, kamu bisa juga menerapkan kedua prinsip tersebut dalam hidupmu dalam waktu yang berbeda.
Body positivity adalah cara yang sehat untuk kamu mendekati citra tubuhmu, jika belajar mencintai tubuh adalah hal yang kamu butuhkan. Ini bisa jadi solusi yang tepat untuk dipilih jika kamu dipinggirkan oleh orang-orang karena punya tubuh berisi, kurus, punya warna kulit yang berbeda, dan sebagainya.
Sedangkan, Dr. Fuller menyebut, body neutrality bisa jadi pendekatan yang sehat jika membela "penampilan tubuh" merupakan langkah yang terlalu besar untuk dipilih. Cara ini bisa menghilangkan tekanan untuk "memaksa" mencintai tubuh yang mungkin gak kamu miliki. Jadi, tindakan ini hanya meminta kamu "menerima" apa adanya dan menghargai manfaatnya bagi kamu.
Pada dasarnya manusia selalu berubah, artinya mungkin akan ada hari di mana kamu mencintai tubuhmu, tetapi di lain hari mungkin tidak. Jadi, dengan memasukan "nilai" body positivity dan body neutrality dalam hidup, kamu bisa memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan pemikiranmu di hari tersebut.