Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Femilia Nurcahyarini, Founder I AM Woman Indonesia (dok. pribadi/Femilia Nurcahyarini)

Jakarta, IDN Times - Mungkin kamu kerap mendengar kata insecure tersemat dan melabeli diri seseorang. Tak jarang, perasaan insecure menghambat seseorang untuk menemukan potensi terbaik dari diri mereka. Namun, tak selamanya emosi negatif tersebut menghasilkan output yang negatif pula.

Perjalanan hidup Femilia Nurcahyarini merupakan salah satu bukti bahwa insecure bisa membuatnya bersyukur. Tentu tidak mudah berdamai dengan kondisi tersebut, tetapi tidak ada yang mustahil untuk melawannya dengan satu langkah kecil yang berharga.

Apa yang dialami Femilia, mungkin juga terjadi pada sebagian besar orang. Bersama dengan IDN Times, ia membagikan kisahnya melawan rasa insecure dengan mulai menebar semangat positif pada lingkungan sekitarnya lewat I Am Woman.

1. Berdamai dengan perasaan ditolak dan tidak dihargai merupakan perjalanan panjang bagi Femilia

Femilia Nurcahyarini, Founder I AM Woman Indonesia (dok. pribadi/Femilia Nurcahyarini)

Bila menengok American Psychological Association (APA), insecure didefinisikan sebagai perasaan tidak percaya diri, merasa tidak mampu untuk menghadapi suatu hal, dan cemas terhadap banyak hal. Tentu, banyak faktor yang menimbulkan perasaan negatif ini. Terlebih hidup di era dinamis, mau tidak mau, membuat kita dihadapkan oleh berbagai pilihan yang sulit.

Femilia merupakan salah seorang yang berjuang untuk berdamai dengan perasaan insecure. Ia tumbuh di keluarga yang bahagia, tetapi nyatanya kondisi tersebut tidak ia temukan saat mengenyam pendidikan. Ia masuk ke circle pertemanan dengan perlakuan yang berbeda.

“Karena banyaknya teman baru (di SMP), saya kan gak ngerti karakter mereka itu seperti apa. Ketika ngobrol itu teman-teman tuh diem. Misalnya saya tanya tuh gak nanggepin. Jadi, akhirnya saya merasa kok diabaikan ya. Dari situlah, titik di mana saya udah gak pernah nanya apa pun ke siapa pun. Prinsip saya kalau mereka gak nanya, aku gak akan nanya. Dan dari situlah pada akhirnya, oke aku gak akan bergantung ke kalian, aku gak akan peduli dengan pertemanan,” ceritanya.

Ia tumbuh menjadi pribadi yang fokus untuk belajar. Perasaan itu membuatnya ingin merasa bahwa kepintaran adalah jalan satu-satunya untuk membuat orang lain memperhatikannya. 

“Kemarahan karena patah hati, karena ditinggalin, karena ditolak, karena tidak dihargai. Akhirnya kemarahan-kemarahan itu kayak terkumpul jadi satu. Itu kayak jadi sumber energi yang, ‘Oh, lihat aja nanti aku bakal buktiin ke kalian semua kalau aku berubah’," ucap Femilia.

Tanpa disadari, seiring beranjak dewasa, rasa marah itu menimbulkan benih insecure. Lambat laun, emosi negatif yang tertumpuk itu menjadikannya pribadi dengan mindset tidak layak untuk mendapatkan apa pun yang diinginkan.

“Di alam mindset tuh, udah terperangkap dengan yang namanya diabaikan, ditolak itu tadi. Kayaknya, saya ikut apa pun bakal ditolak gitu loh. Makanya untuk switch ya namanya, kayak pulih dari yang insecure banget, kemudian menuju ke kepercayaan diri tuh, itu energinya luar biasa banget yang harus dikerahkan,” katanya.

2. Meskipun tidak mudah, Femilia percaya mengelola mindset harus dimulai dari diri sendiri meskipun tidak mudah

Editorial Team

Tonton lebih seru di