Dr. Astrid HW-Levi, EdD, Co-Founder Playhouse Academy (dok. Astrid Levi)
Sebagai ibu, Astrid sadar bahwa keterlibatan orangtua menjadi faktor yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Itu sebabnya, Playhouse Academy juga berupaya merancang beberapa kegiatan bersama dengan orangtua.
“Di Indonesia, biasanya kalau orangtua datang ke sekolah, berarti ‘waduh kenapa nih’, ada masalah apa’. Tapi di Playhouse Academy, kita membuka ke orangtua anytime mereka mau datang, mau ngobrol, mau contribute. Ada orangtua datang untuk bacain cerita ke anak-anaknya, itu boleh. We are very happy to involve them. Tidak ada hal yang ditutupi. Kita melihat bahwa kerjasama dengan orangtua mejadi suatu advantage,” ujarnya.
Salah satu fakta penting yang perlu diketahui, Astrid menyebut bahwa orangtua harus punya sikap yang konsisten dalam mengasuh anak. Contohnya, anak yang tumbuh di era dinamis saat ini tentu gak terlepas dari pengaruh gadget, terlebih anak-anak erat dengan perilaku modelling.
“Bicara soal teknologi, teknologi kan bisa dibangun. Bisa jadi teman, bisa jadi lawan, tergantung cara kita memakainya. Kalau saya selalu bilang sama orangtua yang penting memakai gadget untuk tiga hal. Yang pertama komunikasi, misalnya mau video call ke oma opanya. Dengan begitu dia bisa belajar kapan menunggu opanya ngomong, kapan dia bisa ngomong. Kedua, gadget dipakai untuk belajar. Misalnya, anak-anak dikasih proyek harus bikin akuarium. Ya, mereka belajar dari teknologi caranya bikin akuarium bagaimana. Terakhir, gadget dipakai untuk bergerak. Jadi gak apa-apa, as long as teknologi itu dipakai dengan hal yang benar. Jadi, orangtua harus mempunyai komunikasi dengan anak-anak,” jelasnya.
Astrid berpandangan bahwa semua harus dimulai dari orangtua. Kalau orangtua tidak ingin anak bermain gadget, maka orangtua juga tidak disarankan bermain gadget. Untuk itu, orangtua bisa membangun kesepakatan dengan anak serta mampu bersikap konsisten dalam menjalankan kesepakatan itu.
Keterlibatan orangtua secara aktif dalam pendidikan anak, juga bisa terlihat sejak dini. Di Indonesia, banyak sekolah yang membuka kesempatan bagi anak di bawah usia empat tahun untuk mengikuti kelas-kelas tertentu. Menurut Astrid, itu adalah suatu kesempatan bagi orangtua untuk belajar. Sayangnya, tidak banyak orangtua yang bisa memahami manfaat dari pembelajaran atau permainan yang dilakukan anak saat sekolah.
“Kadang orangtua gak tahu. ‘Ya, masa anak gue main air aja, nih’. Tapi mereka gak tahu bahwa di belakang main air itu, banyak sekali hal-hal yang membantu anak itu untuk stimulasi otak dia, stimulasi sensori dia. Kalau anak mereka sensorinya masih kurang, akhirnya akademiknya juga bakal terpengaruh. Jadi, waktu masih di bawah 2 tahun, ditemenin anaknya. Dengan begitu dia melihat apa yang buruk, apa yang harus dilakukan. Nanti di rumah, dia bisa expand aktivitas,” papar Astrid.
Sebagai edukator yang sudah lama berkecimpung di dunia pendidikan, kelompok bermain termasuk kesempatan yang baik untuk anak belajar bersosialisasi. Akhirnya, anak gak akan di rumah hanya bersama suster dan orangtua.