ilustrasi masturbasi (pexels.com/babydov)
Terdapat perbedaan pendapat antara para ulama terkait hukum masturbasi dalam Islam. Ada yang menyebut haram serta makruh. Adapun para ulama yang mengharamkan adalah ulama Maliki dan Syafi‘i.
Ulama Syafi‘i berpegang pada dasar hukum atas pengharaman masturbasi yang terdapat dalam Al-Qur'an Surat Al Mu'minun ayat 5-7 yang terjemahannya berbunyi:
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas."
Maka dari itu, Islam mengajarkan bagi seorang muslim yang sudah mampu dalam segi materi, emosional, dan fisik untuk segera menikah untuk menghindari hal demikian terjadi. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
"Wahai generasi muda, siapa saja di antara kamu yang sudah mampu menjalani hidup berumah tangga maka nikahlah! Sungguh yang demikian itu dapat menundukkan pandangan mata dan dapat menjaga kemaluan (farji) dan orang yang belum mampu hendaknya berpuasa karena dengan berpuasa menjadi benteng (terlindung) dari kemaksiatan." (HR Muttafaqun alaih)
Dengan demikian, menurut ulama Syafi‘i, istimna (onani atau masturbasi) merupakan kebiasaan buruk yang diharamkan oleh Al-Qur’an dan sunah. Hanya saja, dosa onani atau masturbasi lebih ringan dosanya dari berzina karena bahayanya tak sebesar yang ditimbulkan perzinaan, seperti kacaunya garis keturunan dan sebagainya.
Sementara, ulama Maliki berargumentasi tentang haramnya istimna‘ dengan sabda Rasulullah SAW, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’at (menikah), maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, berpuasa adalah penekan nafsu syahwat baginya.” (HR Muslim).
Mereka menyatakan bahwa jika tindakan istimna' atau onani diizinkan dalam ajaran agama, tentu Rasulullah SAW akan memberikan petunjuk tentangnya karena onani lebih mudah dilakukan daripada berpuasa. Namun, diamnya beliau mengenai masalah ini dianggap sebagai bukti bahwa onani diharamkan dalam agama Islam.