Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center
Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center. 19 November 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Intinya sih...

  • Inspirasi dari para couturier legendaris di masa kini

  • 21 tampilan busana dengan teknik konstruksi klasik dan material futuristik

  • Siluet bervariasi tanpa terjebak kategorisasi haute couture atau ready-to-wear

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ada kalanya mode tidak hanya menjadi kain, siluet, dan kilau detail, tetapi ibarat mesin waktu. Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan pada Rabu (19/11/2025) di PITA SCBD - Sequis Center, terasa seperti momen ketika waktu melambat, seolah masa lalu dan masa depan menyatu dalam satu napas kreatif. Di panggung fashion Indonesia, koleksi ini tak hanya menjadi penanda 15 tahun perjalanan berkarya, tetapi juga refleksi pribadi seorang perancang yang telah tumbuh bersama perubahan industri, tren, dan dirinya sendiri.

Einstein pernah menulis: “The distinction between past, present and future is only a stubbornly persistent illusion”, kutipan itu membuka koleksi ini dan seakan menjadi semacam mantra yang mengajak penonton memasuki semesta tanpa batasan waktu. Di mana haute couture, sejarah mode, dan teknologi modern bercampur menjadi satu narasi yang lembut namun kuat.

1. Inspirasi yang menembus waktu

Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center. 19 November 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Melalui “Time Dilation”, Yosafat mengajukan pertanyaan penuh imajinasi: “Apa jadinya jika para couturier legendaris masih berkarya di masa kini?” Di runway, imajinasi itu mewujud menjadi siluet andalan Balenciaga yang bergeser ke garis tubuh modern; keberanian eksplorasi bahan ala Chanel yang dipadu sains material; sensualitas Versace yang terbit melalui detail transparan; dan elegansi Dior yang hadir lewat proporsi klasik nan tegas.

Koleksi ini menyandingkan sejarah dan evolusi, membangun dialog antara tradisi dan inovasi dalam bahasa busana. Ia menuturkan bukan dengan nada nostalgia, tetapi sebagai pengakuan akan perjalanan seorang kreator yang rapuh namun berani.

“Ketika saya refleksi 15 tahun ke belakang, terasa seperti baru kemarin saya mulai. Namun dalam waktu yang sama, perjalanan saya ternyata sudah amat panjang,” ujar Yosafat, sebelum memulai show.

2. 21 tampilan mode sebagai arsip hidup

Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center. 19 November 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Koleksi ini menghadirkan 21 tampilan busana dengan beragam teknik konstruksi dan garis desain klasik, dikombinasikan material bernuansa futuristik. Spektrum materialnya luas, dari tweed, satin, organza, hingga lateks, chainmail, serta kulit ular, yang menjadi metafora bagaimana mode masa lalu dan masa depan dapat saling menjelaskan.

Aksen kristal, beading, fringe, dan payet memantulkan cahaya dalam ritme yang mengingatkan kita pada detik jam. Semuanya berkilau, berulang, dan tak pernah berhenti. Warna hitam, abu, dan perak memberi kesan misterius. Sementara, sentuhan iridescent terasa seperti kejutan cahaya saat waktu mempercepat langkahnya. Sebuah detail yang tak hanya mempercantik, tetapi menghidupkan karakter!

3. Siluet yang dramatis, tetapi tidak terjebak kategorisasi

Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center. 19 November 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Walau koleksi sarat dengan detail haute couture, Yosafat melawan kategorisasi. Dalam runway, siluet terlihat bervariasi, mulai dari pencil skirt, mermaid cuts, bustier lurus, ball gown dramatis, hingga peplum beraksen rempel dengan permainan kontras material matte dan kilap untuk menciptakan harmoni dari pertentangan.

“Saya tidak ingin koleksi ini disebut couture ataupun ready-to-wear. Tidak harus diberi kotak,” terangnya, dalam rilis yang diterima IDN Times.

Beberapa tampilan dilengkapi fascinators dari Hummingbird Road, memperkuat aura teatrikal nan modern tanpa kehilangan presisi rancangannya. Dalam koleksi ini, mode bukan hanya pakaian, melainkan bahasa.

4. Perayaan 15 tahun jadi sebuah dialog dengan diri sendiri

Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center. 19 November 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Koleksi ini menjadi momen reflektif, bukan hanya retrospeksi kreatif, tetapi juga evaluasi emosional. Di industri yang berjalan cepat dan sering melelahkan, pengakuan itu terasa seperti keheningan. Hening, namun penuh makna. Ada kerentanan yang jujur, ada ketekunan yang tidak dipaksakan. Koleksi ini, pada akhirnya, bukan hanya selebrasi karier, tapi selebrasi konsistensi.

“Setelah 15 tahun, saya bangga bahwa saya masih belajar, masih berkembang, dan masih mau memperbaiki diri,” ungkapnya.

5. Waktu sebagai muse dan ruang sebagai kanvas

Koleksi terbaru Yosafat Dwi Kurniawan bertajuk “Time Dilation” yang ditampilkan di PITA SCBD - Sequis Center. 19 November 2025. (IDN Times/M. Tarmizi Murdianto)

Penonton koleksi ini bukan hanya diajak menikmati busana, tetapi juga mempertanyakan hal-hal yang imajinatif. Misalnya, "Bagaimana jika waktu bukan garis lurus, tetapi lingkaran?" Lalu, "Bagaimana jika masa lalu dan masa depan tidak pernah benar-benar terpisah?"

Dalam “Time Dilation”, busana menjadi portal. Ia mempertemukan nostalgia dengan ambisi, teknik tradisional dengan material futuristik, dan masa lalu perancang dengan visinya 15 tahun ke depan. Yosafat seperti menulis memoar visual, tetapi alih-alih tinta dan kertas, ia menggunakan kain, garis pola, dan cahaya yang memantul di permukaan logam.

Seperti detik yang menolak berhenti, “Time Dilation” tidak hanya menjadi koleksi, tetapi narasi dari sebuah refleksi tentang pertumbuhan, perubahan, dan keberanian untuk terus melangkah. Di runway tersebut, waktu tidak lagi menjadi batas; ia menjadi bahasa. Di tangan Yosafat, bahasa itu menjadi busana yang penuh geometri, emosi, dan kemungkinan.

Editorial Team