Dok. Istimewa (instagram.com/kikyharahap | instagram.com/bubundian)
Kiky menceritakan pengalamannya saat keluarga kecilnya pergi merantau ke Malaysia. Terdapat banyak perubahan dan adaptasi yang harus dilakukannya. Di tahun 2012, ia pun memutuskan untuk bersekolah kembali.
"Masa pendidikannya itu 2 tahun untuk ngambil sertifikat. Setiap weekend aku dan suami bagi tugas. Karena aku sekolah selama 2 hari," tuturnya.
Setelah memiliki CFP, Kiky mencoba melamar di banyak tempat yang bergerak di pengelolaan keuangan. Ia pun memutuskan untuk fokus pada edukasi.
"Aku sempat menjadi guru matematika selama 2 tahun di international school. Terus, lagi enak-enaknya ngajar, kami pindah lagi ke Kuwait," tambahnya.
Masa-masa penyesuaian itu pun kembali dialaminya. Dari mulai beradaptasi, mencari teman, hingga bergabung dengan berbagai macam komunitas.
Berbeda dengan Kiki, Dian mengawali pertualangannya di Negeri Jiran sejak masih bersekolah. Tepatnya pada tahun 2005, perempuan berusia 33 tahun ini berkuliah di Malaysia.
Setelah mendapat gelar sarjana, Dian sempat pulang sebentar ke kampung halamannya di Palembang.
"Orangtua pengen aku lanjut kuliah lagi. Jadi, aku kembali lagi ke Malaysia untuk S2 pada tahun 2010-2012," tuturnya.
Pada masa-masa penyelesaian tesis, Dian pun menikah dengan suaminya.
Ia mengatakan, "Karena suami udah dapat kerja di sana, jadi aku ikut suami sampai sekarang".
Setelah gelar S2 Manajemen Komunikasi di National University, Malaysia diraihnya, perempuan kelahiran Palembang ini sempat mencoba bekerja di kantor.
"Ternyata aku gak bisa kerja 9-5 dan akhirnya memutuskan untuk kerja di rumah," ujarnya lagi.
Walaupun sebagian besar waktunya dihabiskan di kediamannya, Dian cukup aktif mengikuti berbagai kegiatan atau komunitas. Sebab, ia sendiri merasa bahwa salah satu tantangan yang dihadapi para perempuan adalah menjaga keinginan belajarnya.
"Aku percaya setiap perempuan berhak mendapat kesempatan untuk belajar hal baru, mengembangkan dirinya, mengerjakan passion-nya, atau berkarya sesuai keinginannya," tutur Dian. Poin yang sama juga disampaikan oleh Kiky.
Sebagai istri dari seorang ekspatriat, Kiky mengakui privilege yang dimilikinya, salah satunya berhubungan dengan kondisi finansial yang cukup stabil.
Ia mengatakan, "Privilege itu harus dimanfaatkan. Sebab, waktu yang kita punya dengan orang lain kan sama-sama 24 jam. Jangan batasi diri kita sendiri. Kita bisa belajar apa pun, gak cuma soal keuangan".
Tantangan lainnya yang dialami oleh perempuan adalah menghadapi keraguannya terhadap dirinya sendiri.
Kiky mengungkapkan opininya terkait hal itu, "Ada banyak perempuan yang melimitasi potensi diri mereka karena mengkhawatirkan pendapat pasangannya. Padahal, kalau ada kesempatan dan kemampuan, kita bisa fokus pada diri sendiri untuk maju".