Kisah Laninka, Berusaha Ubah Standar Kecantikan Dunia dari Kursi Roda

Dewasa ini, kata "cantik" tak bisa lagi didefinisikan sebagai penampilan fisik. Jika memang begitu, manusia hanya akan dihargai sebatas permukaan kulitnya saja. Sejatinya, cantik pun perlu dibingkai kembali meliputi pemikiran serta jiwa.
Seperti kisah Laninka, seorang penyandang disabilitas dan beauty vlogger. Tak sekadar praktikkan aneka ragam tutorial berdandan, usahanya mengubah standar kecantikan dunia dari kursi roda, patut menjadi renungan kita semua.
1. Lahir dengan kondisi normal dan cekatan, Laninka terpaksa mengurung diri selama 10 tahun lantaran tubuhnya yang lumpuh karena penyakit auto imun
Pada 28 tahun yang silam, tepatnya 5 Januari 1991, Laninka lahir ke dunia sebagai anak yang tidak kekurangan suatu apa pun. Kedua orangtuanya memberikan nama lengkap Laninka Siamiyono padanya. Ia pun tumbuh jadi anak yang sangat aktif. Berenang dan bermain basket adalah deretan olahraga yang ia cintai.
Di tengah perjalanannya tumbuh dewasa, Laninka harus menelan pil pahit. "Ketika usiaku 13 tahun, aku sakit dan diduga campak. Ke dokter satu, campaknya sembuh. Lalu, aku sakit yang lain dan dibilang tipus. Tipus sembuh, aku sakit lagi. Namun, diduganya beda-beda. Sekitar 4-5 dokter itu, diagnosanya beda-beda," tutur dia.
Suatu saat, sampailah Laninka di titik terlemahnya. Tubuhnya semakin kurus dan kakinya tak sanggup lagi berjalan. "Badanku linu semua, kayak orang rematik. Bedanya, kalau rematik, kan sakitnya di satu titik aja. Aku sakit di seluruh badan dan gak bisa jalan," kenang perempuan dengan nama Instagram @laninka itu.
Pada kunjungan ke dokter kelimanya, barulah ia dirujuk ke RS Cipto Mangunkusumo. Dokter menyebutnya terkena penyakit auto imun bernama Rheumatoid Arthritis (RA). "Penyakit auto imun adalah di mana sistem kekebalan tubuh menyerang diriku sendiri. Dia menyerang persendianku. Seluruh persendian di tubuhku itu sakit semua," tambahnya.
Atas kesepakatan dengan orangtuanya, Laninka pun mengundurkan diri dari sekolah. Fokusnya saat itu adalah pengobatan. Sayang, semangat belajarnya telanjur pupus kemudian. "Aku sudah di kursi roda. Hidupku sudah tamat. Aku gak berhak dapat pendidikan yang baik. Aku gak berhak lagi beli baju yang bagus," ia meniru kata-katanya pada masa lalu.