Di balik kesuksesan yang orang lain lihat di dalam diri Mutiara, tentu saja tersimpan begitu banyak kisah dan pengalaman-pengalaman yang mendewasakannya. Ada saja orang yang mencibirnya dengan mengatakan "Kok, bisa sih dia jadi pramugari?", "Kok gak kuliah dulu?", dan sebagainya.
"Sukses tidak selalu ditentukan dari seberapa banyak dan panjang gelar dibelakang nama seseorang. Melainkan kerja keras dan rancangan Tuhan yang menentukan", tutur Mutiara.
Sekalipun banyak yang mengatakan enaknya menjadi pramugari, Mutiara harus berjuang keras di tengah-tengah kejamnya senioritas di tempat kerjanya dan ia pun harus berhadapan dengan sistem yang keras. Ia sempat ingin menyerah ketika dihadapkan dengan dunia pekerjaan pramugari, di mana begitu banyak 'serigala berbulu domba'. Orang-orang yang rela melakukan apapun untuk mendapatkan kedudukan.
Mutiara menegaskan bahwa ketika menempuh pendidikan pun, bukan otak saja yang diasah melainkan mental dirinya juga ditempa. Ia dilatih berhadapan dengan berbagai banyak orang dengan karakter yang beragam. Para penumpang yang menganggap pramugari adalah 'pembantu' di pesawat dalam arti disuruh membawa barang-barang berat mereka dan mereka langsung duduk nyaman di pesawat.
Pernah suatu kali ia dan temannya sedang menjalani tugas penerbangan dan bertemu dengan salah satu penumpang di sebuah kota. Penumpang itu naik dan secara otoriter menyuruh awak kabin mengangkut tasnya yang begitu besar dan menaruhnya di bagasi yang terletak di atas tempat duduk penumpang. Kemudian sang penumpang langsung duduk begitu saja. Oleh karena terlalu berat, pergelangan tangan awak kabin tersebut bahkan sampai keseleo dan merasakan kesakitan yang teramat. Namun sang penumpang tak peduli karena ia menganggap demikianlah pekerjaan pramugari.
Banyak yang masih memandang keliru pekerjaan satu ini, tetapi Mutiara tidak menyerah. Banyak yang tak percaya ketika banyak para pramugari yang menceritakan betapa melelahkan mereka bekerja dan betapa jenuhnya. Menyedihkan bukan? Padahal pramugari juga manusia.
Para pramugari pun harus menjalani hari yang berat ketika mereka sakit. Mereka tidak bisa begitu saja izin karena akan mendapat teguran keras dari perusahaan, belum lagi caci maki dari atasan. Bahkan untuk peristiwa kedukaan pun, mereka tetap harus mengutamakan pekerjaan mereka, tidak seperti beberapa pekerjaan lain yang memberikan pengecualian untuk peristiwa kedukaan.
Seorang pramugari dituntut untuk bekerja dengan sangat profesional. Masih banyak juga yang mengindetikkan pekerjaan pramugari sebagai 'pekerjaan nakal'. Masih banyak yang memandang sebelah mata pekerjaan ini, Mutiara membuktikan bahwa ini semua kembali kepada pribadi masing-masing. Mereka dibayar mahal untuk waktu mereka, karena mereka begitu banyak kehilangan waktu dengan keluarga.
"Namun itulah hidup, selalu ada harga yang harus dibayar. Ada risiko besar dibalik pekerjaan saya, ada rasa jenuh dan lelah yang teramat sangat dibalik senyuman saya di depan penumpang. Saya harus bersiap dua jam sebelum keberangkatan, bahkan penerbangan subuh pun saya hadapi,"ungkap Mutiara.
Mereka rentan terkena radiasi, jet lag yang serius, juga masalah kesehatan janin.
"Sejatinya, saya percaya tidak ada hasil yang mengkhianati proses," ujar Mutiara.
Kini Mutiara sudah menjadi Senior Flight Attendant, setelah beberapa tahun ia bekerja di perusahaannya. Ia pun mengemban tanggung jawab yang lebih besar.