Layinuvar Anggia, Merantau Seorang Diri ke Ibu Kota Demi Pengabdian

Ibu kota tak melulu soal ingar bingar kemewahan. Di balik segala fasilitas yang serba lengkap, Jakarta tetap memiliki kekurangan. Ada orang kaya, pasti ada orang miskin. Ada yang berpendidikan tinggi, pasti ada yang tak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali. Begitulah hukum alam di setiap kota, termasuk Jakarta.
Apa yang ada di pikiranmu ketika mendengar kata Jakarta Pusat? Mungkin kita kompak menyebut gedung pemerintahan yang wah, perkantoran mewah, dan sejumlah pusat perbelanjaan yang indah. Pernahkah kamu menyusuri kampung-kampung kecil nan kumuh di sisi lain Jakarta Pusat?
Misalnya saja Kemayoran. Ternyata masih banyak orang yang hidup serba terbatas, tak punya rumah atau pun pendidikan. Mereka hidup sekadarnya dari pekerjaan serabutan yang halal, hingga sebaliknya. Hal inilah yang menjadi salah satu motivasi Layinuvar Anggia Rizka untuk mengabdikan dirinya membantu mereka. Siapakah dia dan bagaimana kisahnya, yuk simak ulasannya berikut ini.
1. Merantau sendirian ke Jakarta untuk kegiatan sosial
Hakikatnya, kita sebagai manusia hidup harus saling peduli antarsesama. Bagi Layi, sapaan akrab Layinuvar Anggia Rizka, hal tersebut merupakan bentuk syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan.
"Ngeri juga, ada penelitian menyatakan rasa peduli kita terhadap sesama menurun 30 persen per tahun. Nah, kalau semua orang mikir dirinya sendiri, pasti kesenjangan sosial semakin terjal," kata Layi saat dihubungi IDN Times, akhir Maret lalu.
Wanita asal Surabaya itu tertarik melakukan kegiatan sosial sejak kecil. Sebab, orang tuanya sering mengajaknya berjalan-jalan, melihat kehidupan orang yang kurang beruntung. Tak hanya melihat, orang tuanya juga selalu mengajarkan belas kasih terhadap kaum papa. Beranjak dewasa, tepatnya SMA, dia semakin menekuni beberapa bentuk kegiatan sosial di sekitarnya.
"Hidup semakin bermakna, apalagi bisa membantu adik-adik yang putus sekolah, meringankan beban orang kurang mampu, dan sebagainya," kata perempuan kelahiran Surabaya, 8 Januari 1989 itu. "Senang banget akhirnya ada lahan yang pas untuk minat di bidang sosial. Akhirnya terus aktif dan bisa istiqomah sampai sekarang."
Dia yang dibesarkan di Surabaya selama 24 tahun itu memutuskan bergabung dengan yayasan di Jakarta pada 2013. Sebuah keputusan yang membuat banyak pihak khawatir, tak terkecuali orang tuanya.
Beruntungnya, alumni SMAN 6 Surabaya itu dibesarkan dalam keluarga yang demokratis. Orang tuanya memberikan kesempatan selebar-lebarnya kepada Layi untuk melakukan hal positif, meski harus merantau sendirian.
"Biar gak khawatir, harus selalu keep contact. Lambat laun mereka sudah terbiasa dan gak khawatir lagi, karena mereka melihat saya bahagia dan sehat lahir batin. Mereka bilang, kebahagiaanku adalah kebahagiaan mereka," tuturnya.