Maureen Kartika (instagram.com/maureenkartika)
Menarik pengalaman ke belakang, sungguh perjalanan yang luar biasa bagi seorang Mauren bisa mencapai titik self acceptance. Sebagai anak remaja kala itu, Maureen tidak seperti anak lainnya yang bisa berjalan dan berlari-lari. Ia mengidap skoliosis ideopatik, yakni jenis skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya.
“Dulu sudah sampai 120 derajat, jadi sudah miring banget. Di operasinya pun karena sudah usia 19 tahun, jadi gak bisa langsung ditarik karena bahaya. Cuma ditarik 50-an derajat, masih ada sisa 79 derajat,” ceritanya.
Nyatanya, skoliosis ini juga menyadarkan Maureen bahwa ia memiliki rongga paru-paru yang besar sebelah. Kondisi ini membuat kinerja paru paru Maureen tidak berjalan maksimal.
“Sebelahnya sudah sesuai dengan besar badanku saat ini, umurku saat ini. Tapi sebelahnya masih kecil, tidak membesar, seperti paru anak-anak,” sambungnya.
Hal tersebut membuat Maureen rentan merasa lelah dan rentan mengalami infeksi. Rupanya, apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.
“Setahun kemudian, aku kena infeksi paru-paru. Aku masuk ICU kurang lebih ada 11 hari dan akhirnya dokter bilang tidak ada perkembangan,” jelas perempuan kelahiran 1994 ini.
Itu sebabnya, Maureen sudah memakai trakeostomi untuk membantunya bernapas dan berbicara sejak usia 20 tahun. Tak menampik kenyataan, Maureen sempat merasa down dan hampir putus asa.
“Pas pakai trakeostomi ini, aku sempat gak bisa makan manual lewat mulut karena alat aku yang harusnya nutup kalau makanan masuk, itu gak ketutup. Jadi makanan masuk ke paru-paru. Akhirnya aku gak boleh makan dulu kurang lebih empat bulan. Aku makan di satu selang. Aku benar-benar down. Aku stres banget. Hampir setiap hari nangis karena aku kayak, ‘Tuhan kenapa sih udah gak bisa jalan, skoliosis, sekarang pakai trakeostomi? Makan aja gak bisa,” katanya.