Pemeriksaan gigi dan mulut kerap dianggap mahal jika dibandingkan dengan pemeriksaan kesehatan bagian tubuh yang lain. Akibatnya, banyak orang cenderung merasa takut saat memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya ke dokter gigi atau klinik.
Sebuah studi pada 2016 silam menyebutkan bahwa 13 persen masyarakat AS dari kelas menengah cenderung malas berkunjung ke dokter gigi karena menganggap biaya pemeriksaannya terlalu mahal. Sementara itu, 25 persen masyarakat AS dari kelas bawah cenderung lebih memprioritaskan pemeriksaan kesehatan lain yang sesuai dengan pendapatan mereka.
Sejalan dengan kondisi di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 memaparkan bahwa sebanyak 94,9 persen masyarakat perkotaan tidak pernah ke dokter gigi dalam setahun terakhir. Dari 57 persen masyarakat yang mengalami masalah gigi dan mulut, hanya 10,2 persen yang berkunjung ke dokter gigi. Hal ini didasari adanya kekhawatiran akan biaya perawatan gigi yang mahal.
Masyarakat beranggapan, akan lebih baik datang ke dokter gigi atau klinik ketika rasa sakit gigi sudah tidak tertahankan karena biaya perawatan akan lebih murah dibanding harus rutin kontrol gigi setiap enam bulan sekali. Nyatanya, biaya pengobatan dan perawatan gigi menjadi lebih mahal jika pasien sudah mengalami masalah gigi dan mulut yang kronis.