Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Diskusi buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (IDN Times/Nisa Zarawaki)
Diskusi buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Intinya sih...

  • Kebaya diakui sebagai warisan budaya tak benda UNESCO setelah dinominasikan oleh 5 negara ASEAN, termasuk Indonesia.
  • Proses penominasian kebaya untuk UNESCO dimulai sejak Februari 2023 dan diharapkan menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia.
  • Timnas Kebaya Indonesia berkolaborasi dengan 12-14 komunitas dan mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO serta meluncurkan buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kebaya telah resmi ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO. Kebaya dinominasikan oleh 5 negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Singapura. Proses penominasian yang dilakukan pun cukup panjang oleh Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB). Merayakan hal ini, Miranti Serad Ginanjar, aktivis budaya dan penulis, bersama Tim Nasional Kebaya meluncurkan buku bertajuk Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan. 

Buku ini mengajak para pembaca untuk lebih mendalami kebaya sebagai budaya dan warisan nusantara. Hal tersebut disampaikan langsung oleh para penyusun pada diskusi yang diadakan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). Yuk, simak di bawah ini ulasan hingga proses pembuatan buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan!

1. Berawal dari keresahan dan keprihatinan

Diskusi buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Proses pengisian nominasi kebaya untuk UNESCO yang dimulai sejak Februari 2023, membuka mata bahwa dokumentasi terkait kebaya di Indonesia masih sangat terbatas. Banyak jenis kebaya yang belum terdokumentasikan dengan baik. Kesadaran ini memunculkan keprihatinan bagi para tim penyusun.

"Di Februari 2023 saat sedang pengisian nominasi UNESCO, kita tersadar bahwa banyak dokumentasi kebaya yang belum terlengkapi. Berawal dari concern, kita memutuskan untuk menjadikan riset ini sebagai buku karena ada komunitas yang bergerak dan sejarah di dalamnya," kata Miranti.

2. Ingin lebih mengkampanyekan kebaya kepada generasi muda

Diskusi buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Sesuai dengan misi UNESCO, kebaya diharapkan menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia. Namun, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperkenalkan kebaya secara relevan dan menarik bagi anak muda. Hal ini menjadi alasan kuat untuk mengkampanyekan kebaya lebih luas, yaitu melalui buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan. 

"Sejalan dengan misi UNESCO, kebaya harus bisa menjadi keseharian kita. Itu yang mau kita kampanyekan, bagaimana anak muda mau berbudaya dan berkebaya," lanjut Miranti.

3. Riset dan tulisan dirancang bersama Timnas Kebaya Indonesia

Diskusi buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Timnas Kebaya Indonesia adalah kolaborasi yang melibatkan 12 hingga 14 komunitas, organisasi, hingga perkumpulan dari berbagai profesi. Langkah pertama dalam upaya pelestarian kebaya dimulai dengan menjalin kerja sama bersama kementerian terkait, terutama Kemendikbudristek bidang Kebudayaan. Salah satu agenda pentingnya adalah memperjuangkan adanya Hari Kebaya Nasional sekaligus mengajukan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.

"Timnas Kebaya Indonesia terdiri dari kumpulan komunitas, sekitar 12-14 jumlahnya. Langkah awalnya adalah ketemu dulu dengan kementerian terkait. Setelah mendapatkan rekomendasi, kami akhirnya membentuk Timnas Kebaya Indonesia," jelas Lana T. Koentjoro, Ketua Timnas Kebaya Indonesia.

Kolaborasi ini akhirnya jadi fondasi untuk memastikan kebaya tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dikenal lebih luas, baik di dalam negeri maupun mancanegara. Salah satunya dengan menominasikan kebaya ke UNESCO hingga menyusun buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan. 

4. Kebaya merupakan ritme kehidupan bermasyarakat

Diskusi buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan di Wisma Penta, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Budaya adalah proses yang terus berkembang dan beradaptasi dengan zaman. Kebaya adalah salah satu contoh bagaimana budaya tradisional dapat hidup dalam masyarakat modern. Proses akulturasi budaya terjadi secara alami dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam cara berbusana.

Banyak yang kini memadukan kebaya dengan tren modern, seperti sneakers atau jeans. Menurut Lia Nathalia, perwakilan Komunitas Perempuan Berkebaya, hal itu sebenarnya bukan hal yang salah selama mereka tetap memahami pemaknaan asli kebaya dalam konteks formal.

"Berbudaya itu tidak ada yang asli-asli banget, akulturasi budaya terjadi dalam semua aspek. Budaya berkembang berdasarkan manusia itu sendiri. Kebaya berkembang sesuai peradaban kita, kebaya hidup dalam masyarakat dan menjadi ritme kehidupan," pungkas Lia.

5. Buku ini berisi informasi terkait hasil penelitian yang mendalam

Buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan (IDN Times/Nisa Zarawaki)

Buku ini mengumpulkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh tim yang fokus pada kebaya sebagai bagian dari budaya Indonesia. Setiap informasi di buku ini menghimpun hasil penelitian bersama ahli sejarah, tokoh budaya, dan tokoh lain mengingat buku ini merupakan hasil dokumentasi serta riset untuk penominasian UNESCO.

Selain itu, di dalam buku ini juga ada semacam foto-foto dan kode QR. Hal tersebut dimaksudkan agar para pembaca bisa melihat berbagai video mengenai kebaya.

Itu dia proses di balik peluncuran buku Kebaya, Keanggunan yang Diwariskan. Bab dalam buku ini terdiri dari asal-muasal kebaya hingga berbagai macam makna kebaya.

Editorial Team