Konferensi pers daring Women’s March Jakarta 2021, Senin (19/4/2021). IDN Times/Tyas Hanina
Siti Husna SH, Staf Divisi Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, menjadi salah satu narasumber dalam konferensi pers daring ini.
Ia mengungkapkan berdasarkan data yang diterima lembaganya, peningkatan angka perempuan sebagai korban kekerasan meningkat cukup tajam.
"Paling banyak KDRT psikis dan ekonomi. Tetapi, ada juga KDRT fisik. Kasus ini sangat sulit dilaporkan, apalagi di awal pandemik, mitra dan pendamping mengalami lockdown massal sehingga banyak transportasi tutup dan sulit menjangkau kantor polisi," paparnya.
Ia mengkritisi langkah kebijakan PSBB yang tidak disertai dengan mekanisme yang mendukung korban untuk mengakses keadilan. "Apabila kita harus datang ke kantor polisi dan kebijakan menjaga jarak di sana masih sangat minim. Di pengadilan pun situasinya juga begitu, sehingga perempuan dan pendamping itu semakin rentan," katanya.
Selain mendesak akses keadilan dan layanan hukum yang lebih mudah secara online, Siti Husna juga menyampaikan tuntutan agar pemerintah bisa menyediakan vaksin bagi para pendamping.
Bagi Asfinawati, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, kasus kekerasan yang menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM) juga dipengaruhi oleh sektor lain. Lebih jelasnya, ia mengatakan, "Hak yang satu sangat tergantung dari hak-hak lain. Gak bisa dilepaskan atau dibedakan. Ini sebetulnya bermuara dari arah pembangunan yang gak menetapkan rakyat apalagi perempuan di pusatnya."
Sambil memberikan beberapa contoh kerusakan lingkungan dan perlawanan yang dilakukan masyarakat setempat, ia juga menyampaikan tuntutannya pada WMJ 2021.
"Kita harus menuntut agar negara segera memperhatikan perempuan dalam segala bidang hidupnya secara holistik dengan cara mencabut UU yang gak berpihak terhadap perempuan dan membuat UU yang akan mendukung hak-hak perempuan," ujarnya.