Diskusi bertema 'Lanjutkan Semangat Kartini di Masa Kini' oleh Nestle Indonesia di Kantor Pusat Nestle Indonesia, Jakarta Selatan pada Senin (10/4/2023). (IDN Times/Nisa Zarawaki)
Menurut Fahrul, dalam studi gender memang masih banyak bias yang tercipta. Masih banyak juga stigma dan anggapan yang negatif pada perempuan. Misalnya, perempuan dianggap gak mampu mengerjakan pekerjaan yang berat atau semacamnya. Untuk menghilangkan sepenuhnya stigma tersebut memang cukup sulit, karena ketimpangan gender sudah terjadi sejak dulu. Namun, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan, misalnya seperti di Nestle yang menerapkan dua pondasi penting.
"Hal yang menjadi pondasi kita adalah trust dan respect. Kepercayaan (trust) kepada siapapun tanpa memandang gender, untuk kesetaraan. Kita respect kepada siapapun, gak ada bias dan pembatas, termasuk dalam diversity and inclusion. Kita memiliki kesamaan dan hak dalam gender. Kesempatan perempuan pun sama dengan laki-laki," kata Fahrul.
Beberapa kasus ketimpangan gender memang kerap disebabkan oleh ketidakpercayaan masyarakat kepada perempuan. Banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa perempuan gak mampu mengerjakan beberapa hal. Nestle mencoba menepis hal tersebut dengan mengeluarkan beberapa kebijakan,
"Kami menyediakan beberapa kebijakan (policy) untuk kenyamanan perempuan. Misalnya adalah global parental policy, mulai dari cuti melahirkan selama 7,5 bulan, lalu ada juga fasilitas ruang kerja yang memadai, hingga ruang laktasi di seluruh lokasi perusahaan," ujar Fahrul.