Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dok. Istimewa (instagram.com/nimadewanti)

"Setelah kamu sudah bisa merayakan kegagalan atau kepahitan hidup, kamu baru merasakan kebahagiaan sesungguhnya," tutur Anti.

Perempuan bernama panjang Ni Loh Gusti Madewanti, S.Sos, M.Si ini merupakan seorang founder dari lembaga riset DROUPADI. Dalam wawancara khusus yang dilakukan bersama IDN Times pada Rabu (16/6/2021), pukul 19.30 WIB, Anti membagikan perjalanan hidup yang membentuknya sampai saat ini.

Ia bercerita mulai dari asal mula passion-nya di bidang gender, kariernya sebagai peneliti, dan filosofi hidup yang dipegangnya. Obrolan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada pemaparan berikut, simak baik-baik, ya!

1. Telah bertahun-tahun berprofesi sebagai peneliti. Masa pandemik menjadi pembelajaran penting untuk Anti

Dok. Istimewa (instagram.com/nimadewanti)

Anti merupakan seorang founder sekaligus Direktur Eksekutif dari DROUPADI. DROUPADI sendiri merupakan singkatan dari [D]aya [R]iset Adv[O]kasi Peremp[U]an dan [A]nak [D]i [I]ndonesia. Lembaga advokasi dan riset ini sudah punya akta legal pada tahun 2016.

"Tugasnya dari hulu ke hilir. Mulai dari substansial sampai teknis. Mengarahkan organisasi ini mencapai tujuan tertentu dalam mengaplikasikan program-programnya. Sehingga tujuan organisasi tercapai," ujar Anti menjelaskan job desk-nya sebagai Direktur Eksekutif.

Selain sibuk pada kegiatan institusi, perempuan berusia 35 tahun ini juga bekerja sebagai konsultan gender expertise dan pengurus komunitas Perempuan Berkisah. Sebelum masa pandemik berlangsung, Anti termasuk orang yang punya dinamika pekerjaan yang tinggi.

Pada Maret 2020, ketika kasus pertama COVID-19 diumumkan, ia dan timnya di DROUPADI terpaksa bekerja di rumah. Mereka harus melakukan upaya adaptasi demi keberlangsungan organisasi. Selain itu, suasana yang kalut di awal masa pandemik juga turut memperparah keadaan.

"Saya merasa stres tingkat tinggi, saya merasakan betul cabin fever syndrome," kata Anti. Sindrom ini terjadi ketika semua orang melakukan aktivitas bersamaan di suatu tempat. Menurutnya, peristiwa yang jarang terjadi itu bisa menimbulkan potensi konflik yang lebih tinggi di dalam rumah. Situasi ini secara gak langsung juga memengaruhi kondisi emosional Anti.

Dalam sesi wawancara tersebut, ibu dua anak ini juga menceritakan kisahnya sebagai penyandang bipolar tipe 2.

"Berbeda dengan bipolar tipe 1 yang jangka waktunya singkat. Kalau aku itu long term, jadi kalau mood swing terjadi aku benar-benar gak mau ngapa-ngapain. Itu terjadi di masa awal pandemik," tuturnya lagi.

Stres yang sama juga dirasakan oleh rekan kerjanya di DROUPADI. Demi mengatasi hal tersebut, Anti dan teman-temannya mencari solusi. Salah satunya dengan membatasi rapat online dan mengorbankan upahnya untuk keberlangsungan hidup karyawannya.

"Aku gak mungkin PHK banyak orang dan sebagian besar staff itu single mom atau pencari nafkah utama. Akhirnya, gaji tim eksekutif (Direktur Eksekutif, treasure, dan bendahara) berkorban untuk gak mendapat gaji full. Dari 100 persen menjadi 25 persen," ungkapnya.

Dalam masa-masa sulit tersebut, perempuan lulusan antropologi UI ini juga melakukan berbagai aktivitas sebagai upayanya untuk healing. Mulai dari menulis di Perempuan Berkisah sampai memulai hobi barunya untuk menanam tanaman.

Masa sulit pandemik juga mengajarinya banyak hal. Lebih lanjutnya ia mengatakan, "Kita tidak pernah siap akan masa depan, apa pun itu. Kita bisa menjadi orang yang dibentuk oleh keadaan dalam waktu yang cepat".

2. Anti mendirikan DROUPADI dengan misi mulia untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang belum ramah terhadap perempuan

Editorial Team

Tonton lebih seru di