Persiapan pra melahirkan seperti yoga maupun senam hamil memang dibutuhkan untuk membantu proses persalinan. Namun, Nia juga mengingatkan pentingnya persiapan menyusui. Salah satunya dengan mencari fasilitas kesehatan yang mendukung ibu menyusui.
“Harus IMD minimal 1.5 jam, kontak kulit skin to skin, lalu harus rawat gabung, tidak memberikan dot atau empeng, tidak memberikan formula. Harus didampingi dengan konselor supaya tahu pelekatan yang baik itu kayak gimana. Sebenarnya fasilitas yang sudah tercantum dalam PP 33 tahun 2012, pasalnya itu tentang 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Itu harusnya menjadi standar minimum yang dijalankan oleh semua fasilitas kesehatan,” tegas Nia.
Sayangnya, ia kerap menemukan fasilitas kesehatan yang memisahkan ibu dan bayi, tidak melakukan rawat gabung, tidak ada Inisiasi Menyusui Dini (IMD), bayi tidak bisa menyusu semaunya, tidak ada konselor laktasi. Padahal fasilitas-fasilitas tersebut sudah ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif, yang akan menunjang hari-hari pertama melahirkan dan menyusui.
“Bisa IMD, rawat gabung, bayi menyusu semau dia, ada konselor menyusui yang tiap hari dateng. Itu sangat baik untuk proses keberhasilan menyusui karena hari-hari pertama itu sangat penting untuk produksi ASI. Pertama, ketika perempuan melahirkan, itu payudara lagi optimal-optimalnya memproduksi ASI. Kalau 14 hari dirangsang, disusui bayinya semau bayi, dan bayi melekatnya itu bagus, maka produksi ASI juga akan mengikuti kebutuhan anak,” papar Nia.
Lantas, apa yang terjadi apabila seorang ibu tidak mendapatkan dukungan tersebut? Akhirnya, banyak ibu yang kurang mendapatkan pengetahuan menyusui yang baik dan benar. Ibu pun mudah menyerah, ASI tidak bisa keluar, dan memilih memberikan formula. Itulah yang menjadi tantangan besar yang dihadapi Nia sebagai konselor laktasi.
Sewaktu hamil, para ibu seharusnya mendapatkan informasi tentang risiko formula, risiko tidak menyusui buat diri sendiri dan anaknya, dan manfaat menyusui. Sayangnya, kondisi di lapangan menunjukkan data bahwa para ibu jarang mendengar informasi-informasi tersebut.
Nia yang sudah mengikuti beragam pelatihan menjelaskan hubungan menyusui dengan teori perubahan perilaku. Ketika seseorang mau, maka dia akan mencari tahu. Ketika sudah tahu dan mau, maka dia akan menjadi mampu.
Ia kemudian memaparkan, “Jadi mau, tahu, dan mampu itu penting. Kalau dia mau doang tapi gak dikasih tahu caranya, gak dikasih tahu gimana, ya dia gak akan mampu. Tapi dia juga gak akan bisa tahu atau mencari tahu lebih jauh kalau dia gak dikasih tahu dulu penjelasannya. Mau, tahu, mampu adalah satu rangkaian yang saya rasa juga harus diperhatikan. Saya yakin tidak ada perempuan, tidak ada ibu, yang tidak ingin yang terbaik untuk anak dan dirinya sendiri. Kalau mereka dikasih tahu menyusui itu menurunkan risiko kanker payudara, kanker rahim, kanker ovarium, osteoporosis, darah tinggi, obesitas, diabetes. Kira-kira ibu masih tetap gak mau nyusuin?”
Bukan hanya diri sendiri yang perlu belajar. Semua ibu hamil harus mendapatkan informasi ini supaya mereka bisa mempersiapkan diri dan mengajak orang-orang di sekitarnya, suaminya, pasangan, keluarga, semua, untuk juga berkomitmen.