Menjadi seorang wanita dan memiliki ambisi untuk duduk Gedung Putih -- bukan untuk mendampingi suami -- adalah hal yang sulit dicapai. Hillary pun tahu itu. Bagi yang membaca buku autobiografinya pasti akan paham Hillary memiliki karakter tangguh yang luar biasa. Seberapa banyak dia gagal dan jatuh, dia tak pernah menyerah. Bahkan mungkin dia jauh lebih tangguh dari sejumlah laki-laki.
Dengan memakai setelan hitam dan ungu, Hillary mengaku menyesal tidak bisa menghancurkan atap kaca (sebuah metafor yang digunakan untuk merepresentasikan hambatan-hambatan yang dimiliki wanita untuk mencapai sesuatu). Dia pun menyesal telah gagal untuk menjadi simbol bagi apa yang yang bisa digapai oleh wanita.
Namun, Hillary mengatakan bahwa:
"Kepada semua wanita dan terutama golongan muda yang menaruh keyakinan terhadapku, aku ingin kalian tahu bahwa tidak ada yang membuatku lebih bangga selain menjadi yang kalian unggulkan. Aku tahu kita masih belum bisa menghancurkan atap kaca tertinggi dan tersulit itu, tapi suatu hari seorang wanita pasti bisa, dan mari berharap itu akan terjadi lebih cepat dari yang kita kira sekarang."
Dalam budaya patriarki, memang sulit bagi wanita untuk menjadi tangguh dan ambisius ketika kami diharapkan untuk bersikap lemah lembut dan penurut. Sebagai politisi, Hillary Clinton memang bukan sosok yang tidak memiliki dosa. Banyak keputusan-keputusannya yang masih bisa diperdebatkan, apakah benar atau tidak secara moral. Namun, untuk tidak mengakui semua perjuangan dan cita-citanya sebagai seorang wanita adalah sama halnya dengan tidak memiliki keyakinan bahwa wanita bisa menjadi apapun yang mereka mau.
Terakhir, Hillary berpesan:
"Kepada semua anak-anak perempuan yang menyaksikan (tayangan pidato) ini, jangan pernah ragu bahwa kalian kuat, berharga dan berhak memperoleh setiap kesempatan yang ada di dunia ini."