76 Tahun Merdeka, Pemberdayaan Perempuan Masih Jadi Tantangan

Menjelang 17 Agustus, Indonesia akan memperingati kemerdekaannya yang ke-76 tahun. Namun, di balik kemerdekaan Indonesia, terselip harapan dan pertanyaan besar seputar pemberdayaan perempuan.
Meski Indonesia tak lagi dijajah, nyatanya kedudukan perempuan dalam masyarakat masih rendah. Indeks Pembangunan Manusia yang mengukur kualitas hidup menunjukkan ketimpangan peran dan gender.
Hal ini diutarakan oleh I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Hadir juga aktivis Gustika Jusuf Hatta dalam Webinar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) yang bertema "76 Tahun Merdeka, Perempuan Indonesia Sudah Berdaya?" pada Sabtu (14/8/2021). Simak poin penting diskusi tentang pemberdayaan perempuan di bawah ini.
1. Budaya patriarki merupakan akar dari ketidaksetaraan
Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 menyebutkan, "Segala warna negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Terlepas dari gender, UUD RI 1945 bertujuan untuk menjamin hak-hak yang sama bagi seluruh rakyat Indonesia. Sayangnya perjuangan untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan belum selesai. Banyak hal yang menunjukkan bahwa perempuan kerap mendapatkan ketidakadilan.
I Gusti Ayu Bintang Darmawati menekankan bahwa ada budaya patriarki yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal inilah yang menjadi akar ketidaksetaraan karena perempuan kerap dinomorduakan dalam keadaan yang sulit sekalipun.
Hampir setengah penduduk Indonesia adalah perempuan. Artinya, Indonesia memiliki potensi SDM yang sangat besar. Menurut Menteri PPPA, tugas kita, para generasi penerus, yang harus mengisi kemerdekaan dan mencapai cita-cita Indonesia yang mampu menjamin perlindungan, kesetaraan, dan keadilaan untuk seluruh rakyatnya.
"Perempuan Indonesia saat ini sudah makin berdaya, mengenyam pendidikan tinggi, berkarya sesuai cita-cita, bahkan menjadi pemimpin. Namun kita gak boleh berpuas hati karena berbagai data dan fakta menunjukkan bahwa perempuan masih mengalami diskriminasi, stigmatisasi, marginalisasi, bahkan kekerasan. Perempuan juga belum setara mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan dibandingkan laki-laki," terangnya.