Raisa menjelaskan kondisi kulit berdasarkan alat MPA 6 di Nusantics Hub, Jakarta pada Rabu (15/2/2023). (IDN Times/Febriyanti Revitasari)
Untuk melanin, angka saya ada di angka 215. Artinya, saya termasuk pemilik melanin tipe 3 yang pada umumnya dimiliki oleh European Mixed/Very Fair Asian Skin di rentang angka 150-250. Angka melanin sendiri menjadi indikator pigmen warna yang dapat menyerap sinar UV untuk melindungi sel kulit.
Selanjutnya adalah tes erythema values. Bagian ini menggambarkan tingkat reaksi inflamasi atau peradangan yang ada pada kulit, sehingga membuatnya berwarna kemerahan.
Dari kategori no erythema, minimal erythema, diffuse redness, high erythema, dan extreme erythema, kulit saya ada di kategori diffuse redness. Dengan angka 341, erythema saya masih dikatakan medium.
"Kalau dari standar kita, di bawah 400 itu masih medium atau sedang. Memang ada peradangan, tapi tidak tinggi. Jadi, masih oke. Selanjutnya, rajin aja pakai sunscreen karena memang itu ibaratnya pelindung kita dan sebagai antiaging juga," jelas Raisa.
Tes berikutnya adalah glossiness index. Kalau kamu sering mendengar kata-kata glowing dalam dunia kecantikan, rupanya masih ada kategori yang lebih tinggi dari itu dalam tes ini. Kategori yang dimaksud adalah gloss dengan rentang angka 8-11. Di bawah gloss, ada glow, natural matte, dan dull-dry sebagai yang terendah.
Tes glossiness index dilakukan untuk melihat kemampuan kulit dalam merefleksikan cahaya. Tak dinyana, saya mendapat angka 11 yang termasuk kategori gloss. Meski begitu, Raisa menyatakan bahwa angka itu harus dilihat bersama tes lainnya.
"Makanya, tadi ada dua dua indikator, sebum atau hidrasi. Bisa jadi glowing karena balance hidrasinya atau berlebihan karena sebum," papar alumnus Universitas Syiah Kuala tersebut.
Tahap berikutnya adalah acidic range. Sesuai artinya, acidic range akan menunjukkan tingkat keasaman pH kulit. Kian tinggi pH, kian tinggi pula kecenderungan kulit kering. Kian rendah pH, kulit pun makin rentan terhadap pertumbuhan jamur.
pH kulit wajah dikatakan rendah apabila di bawah angka 3,5-4,5. pH kulit dikatakan tinggi jika indikator menunjukkan angka 5,5-6,5. Di antara keduanya, pH baru akan dikatakan normal. Monitor pun memperlihatkan kulit saya ada di pH normal, tepatnya di angka 4,9.
Berikutnya, mari kita menilik tingkat sebum. Sebum adalah minyak alami yang dihasilkan tubuh. Sebum dibutuhkan kulit untuk mendukung keseimbangan skin microbiome dan menjaga agar kulit lembap terhidrasi.
Untuk sebum di bagian pipi, angka yang ditunjukkan adalah 41 yang artinya adalah normal. Sementara pada dahi, angkanya 76 dari rentang normal 34-78. Angka ini nyaris menyentuh kategori kulit berminyak. Maklum saja, bagian T-zone di wajah saya memang rentan berminyak seiring aktivitas, apalagi di sore hari.
Terakhir, waktunya tes hydration. Mungkin secara awam, orang akan menebak jika tes ini akan melihat bagaimana kadar kelembapan di kulit wajah. Ya, memang benar. Namun tak hanya itu, dari sini kita bisa melihat integritas dan elastisitas kulit serta bagaimana hidrasi juga mendukung kehidupan microbiome di kulit wajah.
Hasil menunjukkan, baik pada dahi maupun pipi, tingkat kelembapan kulit wajah dalam kondisi prima. Ketika indikator kelembapan dahi di atas 40, angka yang saya dapatkan adalah 70. Indikator yang sama juga berlaku pula untuk pipi. Kelembapan pipi saya selisih tipis dengan dahi, yaitu di angka 69.
Secara umum, kulit saya tergolong normal. Hal ini cukup menggembirakan untuk didengar mengingat beberapa tahun sebelumnya, jerawat terbilang senang hinggap di wajah. Begitupun minyak sehingga selalu mengira jika kulit saya tergolong berminyak.
Sementara untuk hasil dari Visioface, Raisa menunjukkan kerutan yang ada di area mata saya. Kerutan yang ditunjukkan ternyata bisa terjadi karena penggunaan kacamata. Minus mata kanan saya yang selisihnya begitu banyak dibandingkan yang kiri, juga berperan. Katanya, ini memengaruhi ketegangan saraf mata dan merambat ke aktivitas kulit wajah.
Raisa menyampaikan jika analisis kulit seperti ini idealnya dilakukan setiap enam bulan sekali. Dalam jangka waktu seperti itu, kondisi kulit bisa saja sudah berubah. Begitu pula yang terjadi pada microbiome.