Sasha Tjie, founder Wise Woman Waits (dok. Sasha Tjie)
Hanya perlu majalah atau buku untuk membuat Sasha tidak rewel saat kecil. Kebiasaan membaca semakin tinggi seiring dengan kecintaannya menulis. Potensi itulah yang mengantarkan perempuan berambut gelombang ini, mengenyam pendidikan di Jurusan Creative Writing selama tiga tahun di Melbourne.
Keinginannya menjadi penulis makin kuat ketika mendengar suatu podcast dari luar negeri. Podcaster tersebut mendeskripsikan diri sebagai coach, guru, dan penulis. Sasha menginginkan hal yang serupa dengan menulis, tapi juga mengajar orang lain lewat tulisannya.
“Mungkin karena di-drive sama mimpi aku dari kecil. Aku pas lihat biografinya, juga pengen punya (title) kayak itu. Karena dia nulis, akhirnya bisa coaching orang dan dari coaching bisa jadi teaching,” katanya.
Sambungnya, ”Aku dari dulu tuh suka baca buku pengajaran. Kayak isinya mungkin quote yang mengubahkan mindset.”
Di satu sisi, perempuan yang juga memiliki bisnis di bidang fashion ini, sadar bahwa profesi sebagai penulis tidak memiliki pendapatan yang stabil. Namun, passion-lah yang menuntunnya untuk bisa konsisten berkarya.
“Di luar passion, aku lebih termotivasi kayak mau cari apa sih yang make me truly happy karena kan income udah ada nih dari bisnis. Cuma, money doesn’t buy happiness. Aku pengen jadi dampak gitu. Kalau dari bidang itu (bisnis), aku gak terlalu bisa jadi dampak yang ngajarin orang. Tapi secara tulisan, this is what i like,” ceritanya.
Akhirnya muncullah akun instagram @wisewomanwaits yang kini sudah mencapai sekitar 64 ribu pengikut. Saat itu, Sasha merasa butuh media untuk bisa sharing mengenai apa yang dialami dalam hidup. Namun di tahun 2017-2018, banyak orang tidak lagi membaca blog sehingga ia beralih ke Instagram.
“Orang lebih suka quotes. Akhirnya aku lebih ke Instagram untuk posting quote yang menginspirasi perempuan. Kebetulan posisiku lagi menunggu. Jadi, aku banyak struggle di area itu. Tulisannya tentang menunggu untuk perempuan, bukan spesifik menunggu cowok atau pasangan. Tapi, just waiting aja. Bagaimana prosesnya, pain-nya, journey-nya, loneliness-nya,” kata Sasha.
Itulah mengapa buku pertama Sasha berjudul Wise Woman Waits (2019). Ia berharap perempuan-perempuan yang sedang berada di waiting season, bisa bertumbuh menjadi perempuan yang bijak. Pasalnya, proses bertumbuh itu tentunya tidak mudah.
Sepanjang perjalanan menunggu, mungkin kamu akan dihadapkan dengan berbagai tantangan. Gak jarang, tantangan itu layaknya sebuah duri yang menggores kulit dan menimbulkan luka.
Itu juga yang menjadi perjuangan Sasha selama beberapa tahun. Menjalani hidup sebagai perempuan yang belum memiliki pasangan di usia hampir menginjak 30 tahun kala itu, rupanya tidak mudah.
Ia menjelaskan, “Waiting itu banyak hal. Bisa waiting kerjaan, baby, atau waiting tentang keluarga. Tapi, perempuan struggle-nya bukan itu doang. Makanya, aku fokus tentang how to be perempuan yang bijak ketika kamu sedang menunggu. Jadi, apa pun yang sedang kamu tunggu, kamu bisa menyikapinya dengan tenang dan penuh harapan. Kamu tetap bisa kerja di banyak hal yang produktif."