Bivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dan pengajar, di program Real Talk with Uni Lubis pada Selasa (04/04/2023) di Studio IDN Media HQ (youtube.com/IDN Times)
Pekerjaan yang dilakukan oleh Bivitri bisa dikatakan cukup riskan karena berkiprah di dunia hukum atau politik. Bivitri juga sering menyuarakan pendapat atau opininya di media publik.
Tentunya, mungkin akan ada pihak-pihak tertentu yang merasa tersudutkan. Terbukti, Bivitri pun pernah mendapatkan hack dan ancaman dari pihak yang sampai sekarang gak ia ketahui.
"Pernah di-hack itu tahun lalu. Waktu itu, lagi mau ada momen demo Cipta Kerja. Kalau percobaan hack sebelumnya ada di tahun 2019, ketika reformasi dikorupsi. Tapi itu gak berhasil karena saya keburu diingetin temen. Terus, tahun lalu, hack-nya itu berhasil. Karena saat itu saya liburan, tahu-tahu Instagram dan WhatsApp saya gak bisa diakses. Mereka mempublikasikan dua poster di Instagram saya yang bilang bahwa, 'mahasiswa jangan demo'. Lalu, ada juga publish doxing lewat WhatsApp yang bilang saya 'open BO'. Itu juga menurut saya termasuk kekerasan berbasis gender," tutur Bivitri.
Gak sampai di situ, Bivitri juga mendapatkan ancaman lainnya, yaitu didatangi polisi ke rumahnya. Modus yang dilakukan yakni 'polisi' itu mencoba meminta fotokopi KTP keluarga Bivitri. Beruntungnya, Bivitri sudah memberikan warning kepada keluarganya,
"Saya udah ngasih tahu orang rumah, kalau ada apa-apa minta surat tugas. Dugaan kami, saya juga cerita ke teman-teman di kantor, 'polisi' itu tujuannya bukan hanya meminta fotokopi KTP, tapi memberikan peringatan bahwa saya sedang dalam pengawasan," katanya.
Meskipun pekerjaannya terkesan riskan, namun itu gak menjadi pematah semangat untuk Bivitri. Sampai sekarang, Bivitri tetap rutin menyuarakan opininya tentang hukum melalui media sosial pribadinya. Hal tersebut dilakukan juga agar masyarakat semakin melek terhadap ranah hukum dan politik.