Tania Kathryne saat mendongeng (dok. Tania Kathryne)
Sejak awal, pendongeng bukanlah pilihannya. Tania Kathryne jauh lebih tertarik dengan dunia dubber. Tidak semua orang bisa menjadi dubber, proses sulih suara atau mengisi suara suatu karakter memerlukan keahlian khusus. Namun, hal itulah yang menjadi memikat Tania, cita-cita Tania.
“Aku tertariknya untuk menjadi dubber malah ya, yang sering ngubah-ngubah suara tapi kemudian aku bertemu dengan teman-teman dari komunitas dongeng (Rumah Dongeng Pelangi_red) yang mereka banyak bergerak di bidang sosial. Lalu aku tertarik, jadi ikut sama mereka, semakin jatuh cinta sampai sekarang deh,” ceritanya.
Tania hanyalah seorang pekerja kantoran yang tertarik dengan dubber. Namun kini, ia full time memberikan waktunya sebagai MC, storyteller, dan voice over talent.
Profesi ini yang akhirnya membawa Tania menemui berbagai macam anak-anak. Ia pernah mendongeng untuk anak-anak panti asuhan, penyintas HIV/AIDS, anak-anak down syndrome, anak-anak berkebutuhan khusus seperti dyslexia, pejuang kanker, serta anak-anak yang mengalami gangguan ginjal.
Ia bercerita, “Jadi kita datang ke sebuah bangsal di rumah sakit, adik-adiknya lagi cuci darah. Kita muter bed to bed atau kita khusus menemani satu bed satu anak seperti itu. Itu kita bisa melakukan kegiatan bercerita, mendongeng, atau bermain aja, ngobrol sama mereka.”
Menariknya, Tania gak hanya mendongeng untuk anak kecil saja, lho. Ia juga pernah mendongeng untuk oma dan opa dengan mengajak mereka untuk bernostalgia kembali tentang masa muda.
“Untuk treatment, jokes gitu kita menyesuaikan, ya. Bedanya sama oma opa sih mungkin lebih santai banget kali, ya. Kalau anak-anak kan ada tutur kata yang harus diucap dijaga. Kalau sama oma opa, tetep kita jaga cuma menyesuaikan gitu dengan jokes yang masuk ke orangtua atau ibaratnya kita kayak sama orangtua aja gitu,” ucapnya.
Sebagai orang yang juga mendalami voice over (VO), Tania merasa kedua skill ini sangat melengkapi pekerjaannya. Walau baru tiga tahun mengenal VO, ia merasa ini adalah teknik yang sangat berbeda dari dongeng mendongeng.
"Kalau dongeng itu kita yang menciptakan, dalam artian gak ada ekspektasi yang dituntut dari pencerita. Tapi ketika kita masuk di voice over, kita ada yang namanya client yang head to head, mereka maunya intonasinya seperti ini ya kita kan ngikut yah. Nah ketika kita mendongeng, kita yang meramu intonasinya seperti apa. Kalau voice over juga kita ramu tapi ada decision makernya gitu," katanya ketika menjelaskan perbedaan sebagai pendongeng dan VO Talent.