Meski tak ada kebenaran absolut dan kesepakatan mutlak, perempuan dalam budaya ketimuran rasa-rasanya selalu diidentikkan dengan urusan dapur, rumah tangga dan urusan-urusan lain yang dipandang sebagai "kodratnya". Padahal pengkotak-kotakan seperti ini terasa tidak adil, karena kita semua menginginkan kesetaraan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Untungnya, di balik "kesepakatan umum" tersebut, selalu ada beberapa perempuan (bahkan dalam jumlah yang tak sedikit) yang punya keinginan terpendam untuk melawan "kodratnya". Sebenarnya apa, sih, yang pernah diinginkan perempuan di lubuk hatinya kendati itu melawan batasan-batasan tersebut?