Avenged Sevenfold (instagram/avengedsevenfold)
Ya, kami banyak melakukan DMT. Semua perspektif kami tentang perubahan dalam hidup dan kami mulai menulis tentangnya.
Kami mulai membuat musik yang kami rasa unik. Kami mulai membuat struktur lagu dan memutarnya dalam kepala. Kami mulai mencoba berganti arah di tempat yang tidak lo duga bakal ganti arah. Kami mulai mencoba menulis banyak melodi berbeda, tapi itu semua dilakukan untuk mengekspresikan kebebasan penuh dan menyatakan bahwa tidak ada genre yang dapat menahan kami dan kami hanya akan menulis apa pun yang kami mau.
Jadi, proses kreatifnya luar biasa, menyenangkan, mengubah hidup, ekstrem, berat, dan penuh tekanan. Pokoknya semuanya kami rasakan.
Terakhir kali mengerjakan album studio tujuh tahun lalu, yakni album The Stage, kenapa jeda ke album Life Is But a Dream cukup lama, apa karena kondisi pita suara lo sempat terganggu lagi pada 2018?
Jadi gue menjalankan banyak waktu di mana gue mencoba pemulihan suara gue tanpa operasi. Lalu gue sadar kalau cara itu gak akan berhasil makanya kemudian gue pilih untuk operasi. Setelah itu butuh waktu berbulan-bulan buat gue untuk pulih lebih baik.
Sementara itu, kita semua mengalami pandemik dan itu jadi satu hal yang terus terjadi secara beruntun dan banyak band yang mengeluarkan album dan mereka gak bisa tur dan kami memahaminya.
Satu hal yang kami mau saat itu adalah mengeluarkan album yang bisa didengar orang dan selama pandemik kami sadar tidak bisa melakukannya. Jadi, saat kami berhasil mengatasi kecemasan yang ada, kami sadar bahwa Oh Tuhan ini akan memakan waktu yang lama.
Kami pun langsung memaklumi kondisi yang terjadi ya begitu adanya dan kami merasa akan mengeluarkan album saat kami mau. Jadi ya ada banyak faktor, suara gue, pandemik COVID-19, dan lainnya.