Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pre-wedding
ilustrasi pre-wedding (unsplash.com/Jonathan Borba)

Intinya sih...

  • Lokasi mewah yang menguras biaya

  • Busana berlebihan dengan sewa mahal

  • Jumlah tim produksi yang terlalu banyak

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Persiapan menuju hari pernikahan sering kali menjadi momen yang penuh euforia sekaligus tekanan. Setiap pasangan ingin menampilkan yang terbaik, termasuk dalam sesi pre-wedding yang dianggap sebagai representasi cinta dan perjalanan bersama. Namun, seiring berkembangnya tren dan ekspektasi visual di media sosial, banyak pasangan yang merasa terbebani dengan biaya dan detail yang harus disiapkan untuk sesi tersebut. Padahal, esensi dari pre-wedding sejatinya bukan terletak pada kemewahan, melainkan pada makna dan cerita yang ingin diabadikan.

Menentukan prioritas menjadi langkah awal yang penting sebelum melakukan sesi pre-wedding. Hal-hal yang bersifat tambahan bisa dipangkas, sementara elemen utama seperti kenyamanan pasangan dan makna foto tetap dijaga. Penghematan yang dilakukan dengan tepat juga membantu pasangan mengalokasikan dana ke hal lain yang lebih penting, seperti kebutuhan pernikahan atau rencana hidup setelah menikah.

Biar pengeluaranmu tidak membengkak, yuk simak kelima hal dalam pre-wedding yang bisa dipangkas di bawah ini. Let’s scroll down!

1. Lokasi mewah yang menguras biaya

ilustrasi pre-wedding (pexels.com/Min An)

Banyak pasangan tergoda untuk melakukan sesi pre-wedding di lokasi eksotis seperti luar negeri atau tempat wisata terkenal. Padahal, inti dari pre-wedding bukan terletak pada seberapa jauh lokasi yang dipilih, tetapi pada bagaimana suasana dan keintiman pasangan terekam dalam foto. Memilih lokasi yang lebih sederhana seperti taman kota, pantai terdekat, atau bahkan halaman rumah sendiri dapat menghasilkan hasil yang sama indahnya jika dipotret dengan sudut pandang yang kreatif.

Selain itu, memangkas biaya lokasi juga membuka ruang untuk bereksperimen dengan konsep yang lebih personal. Misalnya, pasangan bisa memilih tempat yang memiliki nilai sentimental seperti tempat pertama bertemu atau lokasi kencan pertama. Foto yang dihasilkan akan lebih bermakna karena memiliki cerita di baliknya. Dengan demikian, tanpa perlu merogoh kocek dalam, sesi pre-wedding tetap bisa tampil hangat dan autentik.

2. Busana berlebihan dengan sewa mahal

ilustrasi pre-wedding (pexels.com/Trung Nguyen)

Busana sering kali menjadi sumber biaya besar dalam sesi pre-wedding. Banyak pasangan merasa perlu menyewa atau membeli gaun dan setelan dengan harga tinggi agar terlihat menawan di foto. Padahal, keindahan busana tidak selalu bergantung pada kemewahan atau jumlahnya, melainkan pada kesesuaian gaya dan kenyamanan yang dirasakan saat mengenakannya.

Selain itu, meminjam pakaian dari kerabat atau memanfaatkan busana yang sudah dimiliki juga dapat menjadi alternatif bijak. Banyak fotografer yang mampu menyesuaikan konsep foto dengan pakaian sederhana agar tetap tampak harmonis. Penekanan pada ekspresi dan keintiman antara pasangan dapat menggantikan kebutuhan akan busana yang berlebihan. Langkah ini bukan hanya menghemat biaya, tetapi juga memperkuat nilai personalitas dalam setiap potret yang diambil.

3. Jumlah tim produksi yang terlalu banyak

ilustrasi pre-wedding (pexels.com/Pixabay)

Sebagian pasangan memilih untuk melibatkan tim besar dalam sesi pre-wedding, termasuk fotografer utama, asisten, penata rias, penata gaya, hingga kru pencahayaan. Walaupun kesan profesional bisa tercipta, kenyataannya tim yang terlalu besar dapat membuat suasana menjadi kaku dan kurang intim. Untuk sesi pre-wedding, cukup dengan fotografer yang memiliki kepekaan terhadap momen serta satu penata rias yang mengerti karakter wajah sudah lebih dari cukup.

Selain mengurangi biaya, jumlah kru yang lebih sedikit juga menciptakan suasana yang lebih santai. Pasangan dapat berinteraksi dengan lebih bebas tanpa merasa diawasi oleh banyak orang. Hasil foto yang diambil dalam kondisi tenang dan nyaman justru menampilkan ekspresi yang lebih jujur. Fotografer yang berpengalaman akan tahu cara memanfaatkan pencahayaan alami dan memperhatikan detail tanpa harus mengandalkan banyak kru pendukung.

4. Penggunaan properti yang tidak penting

ilustrasi pre-wedding (pexels.com/Nghia Trinh)

Dalam tren pre-wedding modern, penggunaan properti seperti balon, bunga buatan, papan tulisan, atau dekorasi besar sering dianggap wajib untuk memperindah foto. Namun, kenyataannya tidak semua elemen tersebut benar-benar diperlukan. Terlalu banyak properti justru bisa mengalihkan fokus dari pasangan dan membuat foto tampak berlebihan. Elemen sederhana seperti selimut, buku, atau bahkan secangkir kopi dapat menjadi simbol yang kuat jika dikonsep dengan tepat.

Mengurangi properti juga memberikan keleluasaan bagi fotografer untuk bermain dengan komposisi dan suasana alami. Bayangan pepohonan, hembusan angin, atau cahaya senja bisa menjadi properti alami yang tak tergantikan. Sesi foto yang menonjolkan interaksi dan emosi akan terasa lebih autentik dibandingkan dengan foto yang dipenuhi ornamen buatan. Kesederhanaan dalam elemen visual dapat menghadirkan hasil yang lebih timeless dan bermakna.

5. Paket dokumentasi digital berlebihan

ilustrasi pre-wedding (pexels.com/Pixabay)

Dalam era digital, banyak fotografer menawarkan berbagai paket tambahan seperti video highlight, cinematic short movie, hingga ratusan hasil foto yang semuanya diserahkan dalam bentuk digital. Meski menarik, tidak semua pasangan benar-benar membutuhkan semuanya. Memilih paket dokumentasi yang lebih sederhana, seperti hanya foto utama dengan beberapa hasil cetak terbaik, sering kali sudah cukup. Fokus bisa diarahkan pada kualitas, bukan kuantitas hasil yang diterima.

Selain memangkas biaya, langkah ini juga membantu pasangan untuk lebih selektif dalam memilih momen yang benar-benar bermakna. Foto yang berkualitas tinggi dengan konsep matang akan lebih bernilai daripada ribuan hasil digital yang hanya tersimpan tanpa pernah dilihat lagi. Dalam banyak kasus, video tambahan atau efek cinematic justru membuat proses pascaproduksi menjadi lebih panjang dan melelahkan.

Kesederhanaan sering kali justru memperlihatkan keaslian emosi yang sulit ditiru oleh kemewahan buatan. Ketika fokus diarahkan pada hubungan dan kebahagiaan yang tulus, hasil foto akan memancarkan kehangatan yang tak lekang oleh waktu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorAgsa Tian