Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
White Shoes and The Couples Company (Dok.Localfest)

Menyelami bunyi dan nyanyi dengan sentuhan retro di era modern, tentu membuat orang-orang merasakan nostalgia. Hal itu yang coba terus dihidupkan White Shoes and The Couples Company (WSATCC) dalam perjalanan bermusiknya yang sudah berlangsung lebih kurang dua dekade ini.

Jika menelisik aliran musik WSATCC, secara garis besar mereka menawarkan lagu beraliran pop. Namun, nuansa klasik yang diramu dengan alunan disko hingga sentuhan classic jazz, membawa setiap orang kembali bernostalgia dengan musik di medio 40 hingga 70-an.

Bicara WSATCC, tentu tak bisa dipisahkan dengan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Maklum, unit musik ini diinisiasi di kampus tersebut oleh para penggawanya yang kebetulan pada 2002 bergelut dengan pendidikan di sana.

Saat itu, dua mahasiswa Jurusan Seni Rupa, Aprilia Apsari a.k.a Sari (vocal, finger snaps) dan Yusmario Farabi alias Rio (acoustic guitar, vocal), punya mimpi membangun grup musik. Keduanya kemudian mengajak Saleh atau Ale (electric guitar, vocal) untuk bergabung.

Kemudian, mereka mendatangkan pasangan dari Fakultas Musik, Ricky Surya Virgana (bass, cello) dan Aprimela Prawidyanti (keyboard, piano, dan viola). Disusul John Navid (drum). Komposisi ini terus bertahan sampai 20 tahun.

Dengan persona yang kuat sebagai seniman, mereka tak asal menciptakan sebanyak-banyaknya karya. Total, hanya tiga album saja yang sudah ditelurkan selama ini, yakni White Shoes & The Couples Company (2005), Vakansi (2010), dan 2020 (2020). Namun, kualitasnya sudah tentu jempolan. 

Tak ayal, WSATCC dinilai jadi salah satu barometer lahirnya scena independen Jakarta di era Milenium. Musik mereka menjangkit pelbagai platform yang digandrungi muda-mudi Ibu Kota. Tak jarang, penikmat musik lawas tertular dengan kualitas musik yang ditawarkan musisi non-mainstream ini. 

Aliran musik WSATCC memang tak orisinil-orisinil amat. Mereka banyak terinspirasi dari tembang-tembang lawas yang jadi referensinya. Namun demikan, justru karakter mereka muncul kian solid di tengah gempuran musik pop modern atau EDM yang juga mulai ramai di tanah air.

Yang pasti, mulai dari genre hingga penampilan, WSATCC bakal memanjakan siapapun untuk kembali mundur menikmati dentuman musik lawas yang begitu nagih buat didengarkan.

Untuk menyelami musik lawasnya, Berikut petikan wawancara IDN Times dengan White Shoes and The Couples Company (WSATCC).

Hai, apa kabar White Shoes and The Couples Company? Bagaimana rasanya kembali nge-band usai terhambat akibat pandemik?

Yang kami rasakan adalah kami bisa menjalankan semua hal yang kita suka lagi. Bukan kita White Shoes and The Couples Company saja yang merasakannya, tapi buat semua band dengan produksinya, dengan crew-nya, dengan mungkin audio visual, kamera dan semuanya.

Kita semua bisa melanjutkan profesi seperti dulu lagi, dan ini hal yang sangat baik dan perlu diapresiasi karena kami hidup di situ. Intinya, roda kembali berputar, karena semua orang bisa menjalani profesinya secara utuh, ekonomi membaik, dan semuanya semoga membaik.

Tentu yang paling penting soal pekerjaan, profesi kita menginpiorasi banyak orang untuk lebih mewarnai hidup orang-orang kembali bergairah.

Penampilan White Shoes and The Couples Company, di Wild Ground Festival 2022 di Kompleks Candi Prambanan, Minggu (27/11/2022). (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).

Kenapa White Shoes and The Couples Company suka memainkan musik yang disebut retro sejak awal?

Editorial Team

Tonton lebih seru di