Kenapa Pria Suka Diam saat Marah? Ini Penjelasan menurut Sains

Di balik sikap tenang seorang pria yang sering disalahartikan sebagai cuek atau tidak peduli, ada "badai emosi" yang dipendam. Sains menyebut hal tersebut sebagai emotional containment, atau mekanisme kompleks di otak pria yang mengorbankan ekspresi verbal demi menghindari konflik atau melindungi ego. Tapi apa yang sebenarnya terjadi di balik "zona sunyi" ini?
Studi Journal of Men’s Health (2021) menemukan, sebanyak 65 persen pria dewasa mengaku lebih memilih diam saat emosi memuncak. Bagi mereka, diam adalah benteng pertahanan diri. Namun, fenomena ini bukan sekadar pilihan, melainkan hasil benturan antara insting biologis, tekanan sosial, dan cara otak pria memproses amarah.
Kalau sudah begini, jangan terburu-buru mencap pria sebagai makhluk tidak komunikatif. Penelitian neurosains dari Universitas Stanford mengungkap, ketika marah, aktivitas di amygdala (pusat emosi) pria melonjak 40 persen lebih tinggi daripada perempuan, sementara area Broca (pengatur bahasa) justru "membeku".
Ini menjelaskan mengapa pria kesulitan mengartikulasikan amarah, bukan karena tak mau bicara, tapi karena otak mereka sedang overload. Berikut lima alasan utama mengapa pria suka diam saat marah. Cari tahu lebih lanjut!
1. Otak pria lebih fokus pada solusi, bukan perasaan
Saat marah, otak pria cenderung masuk ke mode problem solving. Alih-alih mengungkapkan perasaan, mereka lebih fokus mencari cara untuk menyelesaikan masalah.
Menurut penelitian dari Max Planck Institute (2022), ketika marah, aktivitas otak pria berpindah ke area logika (dorsolateral prefrontal cortex), bukan area empati (ventromedial cortex). Ini menjelaskan mengapa pria sering terlihat "dingin" saat marah. Mereka tidak sedang mengabaikan perasaan orang lain, melainkan berusaha mencari solusi praktis.